Jumat, 08 November 2013

lingkungan hidup


 yopie saiba

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Di lingkungan sekitar kita, kita dapat menemui berbagai jenis makhluk hidup. Berbagai jenis hewan misalnya ayam, kucing, serangga, dan sebagainya, dan berbagai jenis tumbuhan misalnya mangga, rerumputan, jambu, pisang, dan masih banyak lagi jenis tumbuhan di sekitar kita. Masing-masing makhluk hidup memiliki ciri tersendiri sehingga terbentuklah keanekaragaman makhluk hidup yang disebut dengan keanekaragaman hayati atau biodiversitas.
Di berbagai lingkungan, kita dapat menjumpai keanekaragaman makhluk hidup yang berbeda-beda. Keanekaragaman itu meliputi berbagai variasi bentuk, warna, dan sifat-sifat lain dari makhluk hidup. Sedangkan di dalam spesies yang sama terdapat keseragaman. Setiap lingkungan memiliki keanekaragaman hayati masing-masing.
Indonesia adalah negara yang termasuk memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi. Taksiran jumlah utama spesies sebagai berikut. Hewan menyusui sekitar 300 spesies, burung 7.500 spesies, reptil 2.000 spesies, tumbuhan biji 25.000 spesies, tumbuhan paku-pakuan 1.250 spesies, lumut 7.500 spesies, ganggang 7.800, jamur 72.000 spesies, serta bakteri dan ganggang hijau biru 300 spesies. Dari data yang telah disebutkan, itu membuktikan bahwa tingkat biodiversitas di Indonesia sangatlah tinggi.

1.2         Tujuan Penelitian

Tujuan kami menyusun makalah ini antara lain:
1.2.1.         Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran biologi.
1.2.2.         Menambah wawasan masyarakat akan keanekaragaman hayati dan manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia.

1.3         Metode Penelitian

Metode penelitian yang kami gunakan untuk mencari sumber-sumber untuk pembuatan makalah ini adalah dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku.

1.4         Sistematika

1.4.1.              Keanekaragaman hayati di Indonesia
1.4.2.              Keanekaragaman hayati dunia
1.4.3.              Manfaat keanekaragaman hayati bagi kelangsungan hidup manusia
1.4.4.              Konservasi (perlindungan) keanekaragaman hayati
1.4.5.              Tingkat keanekaragaman hayati
1.4.6.              Dampak kegiatan manusia terhadap keanekaragaman hayati


BAB II

PEMBAHASAN MATERI

2.1         Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Dua negara lainnya adalah Brasil dan Zaire. Tetapi dibandingkan dengan Brazil dan Zaire, Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Keunikannya adalah di samping memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki areal tipe indo-malaya yang luas, juga tipe oriental, australia, dan peralihannya. Selain itu, di Indonesia terdapat banyak hewan dan tumbuhan langka, serta spesies endemik.

2.1.1         Memiliki Keanekaragaman Hayati Tinggi

Indonesia terletak di daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Keanekaragaman tinggi di Indonesia dapat dijumpai di dalam lingkungan hutan tropik. Jika di hutan iklim sedang dijumpai satu atau dua jenis pohon, maka di areal yang sama di dalam hutan hujan tropik memiliki keanekaragaman hayati sekitar 300 kali lebih besar dibandingkan dengan hutan iklim sedang.
Di dalam hutan hujan tropik terdapat berbagai jenis tumbuhan (flora) dan fauna yang belum dimanfaatkan, atau masih liar. Di dalam tubuh hewan dan tumbuhan itu tersimpan sifat-sifat unggul, yang mungkin dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Sifat-sifat unggul itu misalnya tumbuhan yang tahan penyakit, tahan kekeringan, dan tahan terhadap kadar garam yang tinggi. Ada pula yang memiliki sifat menghasilkan bahan kimia beracun. Jadi, di dalam dunia hewan dan tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun belum, terdapat sifat-sifat unggul yang perlu dilestarikan.

2.1.2        Memiliki Tumbuhan Tipe Indo-Malaya yang Arealnya Luas

Tumbuhan di Indonesia merupakan bagian dari daerah geografi tumbuhan indo-malaya, seperti yang dinyatakan oleh Ronald D. Good dalam bukunya The Geography of Flowering Plants. Flora indo-malaya meliputi tumbuhan yang hidup di India, Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Philipina. Flora yang tumbuh di Malaysia, Indonesia, dan Philipina sering disebut sebagai kelompok flora malenesia.
Mengapa Malaysia, Indonesia, dan Philipina memiliki rumpun tumbuhan bunga yang sama? Hal ini dipengaruhi oleh sejarah pembentukan daratan (geologi), kondisi iklim yang serupa (sama-sama beriklim tropis), ketinggian topografi yang serupa, dan kondisi fisika dan kimia tanah yang serupa pula.
Hutan di Indonesia dan hutan-hutan di daerah flora malenesia memiliki kurang lebih 248.000 spesies tumbuhan tinggi. Jumlah ini kira-kira setengah dari seluruh spesies tumbuhan di bumi. Hutan hujan tropik di malenesia didominasi oleh pohon dari famili Dipterocarpaceae, yaitu pohon-pohon yang menghasilkan biji bersayap. Biasanya Dipterocarceae merupakan tumbuhan tertinggi. Tumbuhan yang termasuk famili Dipterocarpaceae misalnya keruing (dipterocarus spp.), meranti (Shorea spp.), kayu garu (Gonystylus bancanus), dan kayu kapur (Dyrobalanops aromatica).
Hutan di Indonesia merupakan bioma hutan hujan tropik, dicirikan dengan kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat). Tumbuhan khas seperti durian (Durio zibethinus), mangga (Mangifera indica), dan sukun (Artocarpus) di Indonesia tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Tumbuhan-tumbuhan ini juga terdapat di Malaysia dan Philipina. Di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa terdapat tumbuhan endemik Rafflesia arnoldii. Tumbuhan Rafflesia tumbuh di akar atau batang tumbuhan pemanjat sejenis anggur liar, yaitu Telrastigma.
Di Indonesia bagian timur, tipe hutannya agak berbeda. Mulai dari Sulawesi sampai Irian Jaya (Papua) terdapat hutan hujan non-Dipterocarpaceae. Hutan ini kebanyakan menduduki lahan datar. Pohon-pohonnya rendah, hanya beberapa yang mencapai 30-40 m, Di antaranya adalah Ficus (kerabat beringin) dan matoa (Pometia pumata). Pohon matoa merupakan tumbuhan endemik di Irian. Namun kini bibit buahnya telah diintroduksi ke beberapa tempat di Pulau Jawa dan telah berbuah.
Selain hutan-hutan di atas, di Indonesia masih terdapat beberapa tipe hutan lain misalnya, hutan kerangas yang terdapat di sela-sela hutan hujan. Disini terdapat pohon yang mencapai 30 m. Hutan monsun tersebar pada ketinggian 0 sampai 800 m di daerah kering seperti Jawa Timur, NTT, Sulawesi Selatan dan Tenggara serta Irian Jaya (Papua). Di sini pohon dapat mencapai ketinggian 25 m. Di tempat-tempat tersebut terdapat pula hutan savana, yang berupa padang rumput dengan pepohonan yang terpencar.

2.1.3        Memiliki Hewan Tipe Oriental (Asia), Australia, Serta Perlalihannya

Ketika Alfred Russel Wallace mengunjungi Indonesia pada tahun 1856, ia menemukan perbedaan besar fauna di beberapa daerah di Indonesia (waktu itu Hindia Belanda). Ketika ia mengunjungi Bali dan Lombok, ia menemukan perbedaan hewan di kedua daerah tersebut. Di Bali, terdapat banyak hewan yang mirip dengan hewan-hewan yang mirip hewan-hewan Asia (Oriental), sedangkan di Lombok hewan-hewannya mirip dengan Australia. Oleh sebab itu, kemudian ia membuat garis pemisah yang memanjang mulai dari Selat Lombok ke Utara melewati Selat Makasar dan Philipina Selatan. Garis ini disebut Garis Wallace.
Indonesia terbagi menjadi dua zoogeografi yang dibatasi oleh Garis Wallace. Garis Wallace membelah Selat Makasar menuju ke Selatan hingga ke Selat Lombok. Jadi, Garis Wallace memisahkan wilayah oriental (termasuk Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan) dengan wilayah Australia (Sulawesi, Irian, Maluku, Nusa Tenggara Barat dan Timur).
Setelah Wallace, Weber seorang ahli zoologi Jerman juga mengadakan penelitian tentang penyebaran hewan-hewan di Indonesia. Weber melihat bahwa hewan-hewan di Sulawesi tidak dapat sepenuhnya dikelompokkan sebagai hewan-hewan kelompok Australia. Hewan-hewan tersebut ada yang memiliki sifat-sifat seperti halnya hewan-hewan di daerah Oriental. Oleh sebab itu, Weber mengatakan bahwa fauna di Sulawesi merupakan fauna peralihan. Weber kemudian membuat garis pembatas yang berada di sebelah timur Sulawesi memanjang ke Utara ke Kepulauan Aru. Pulau Sulawesi merupakan pulau pembatas antara wilayah Oriental dan Australia atau merupakan wilayah peralihan yang paling mencolok. Sulawesi dihuni oleh sebagian hewan Oriental dan sebagian hewan Australia. Contohnya di Sulawesi terdapat oposum dari Australia namun juga terdapat kera macaca dari Oriental.

2.1.3.1  Fauna Daerah Oriental

Hewan-hewan di bagian barat Indonesia (Oriental) yang meliputi Sumatera, Jawa dan Kalimantan, serta pulau-pulaunya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1).      Banyak spesies mamalia yang berukuran besar, misalnya gajah, banteng, harimau, badak. Mamalia berkantung jumlahnya sedikit, bahkan hampir tidak ada.
2).      Terdapat berbagai macam kera. Kalimantan merupakan pulau yang paling kaya kan jenis-jenis primata. Ada tiga jenis primata, misalnya bekantan, tarsius, loris hantu, orang utan.
3).      Terdapat hewan endemik, seperti:
·      Badak bercula satu di Ujung Kulon
·      Binturong (Arctictis binturong), hewan sebangsa beruang tapi kecil
·      Monyet Presbytis thomasi
·      Tarsius (Tarsius bancanus)
·      Kukang (Mycticebus coucang)
4).      Burung-burung Oriental memiliki warna yang kurang menarik dibanding burung-burung di daerah Australia, tetapi dapat berkicau. Burung-burung yang endemik misalnya jalak bali (Leucopsar rothschildi), elang jawa, murai mengkilat (Myophoneus melurunus), elang putih (Mycrohyerax latifrons), ayam hutan berdada merah (Arborphila hyperithra), ayam pegar.

2.1.3.2  Fauna Daerah Australia

Jenis-jenis hewan di Indonesia bagian Timur, yaitu Irian, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, relatif sama dengan Australia. Ciri-ciri hewan di Indonesia bagian Timur adalah:
1).      Mamalia berukuran kecil
2).      Banyak hewan berkantung
3).      Tidak terdapat spesies kera
4).      Jenis-jenis burung memiliki warna yang beragam
Irian Jaya memiliki 110 spesies mamalia, termasuk di dalamnya 13 spesies mamalia berkantung, misalnya kanguru (Dendrolagus ursinus dan Dendrolagus inustus), kuskus (Spilocus maculatus), bandicot, dan oposum. Di Irian juga terdapat 27 spesies hewan pengerat (rodentia), dan 17 di antaranya merupakan spesies endemik. Irian Jaya memiliki koleksi burung terbanyak dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Indonesia, kira-kira ada 320 jenis, dan setengah di antaranya merupakan spesies endemik. Burung cendrawasih yang terkenal terdapat di Irian dan beberapa pulau di Maluku.
Di Nusa Tenggara, terutama di pulau Komodo, Padar, dan Rinca terdapat reptilia terbesar, yaitu komodo. Komodo merupakan reptilia purba yang bertahan hidup hingga kini.
Sulawesi merupakan daerah peralihan yang mencolok menurut garis Weber. Hewan-hewan yang terdapat di pulau itu berasal dari oriental dan Australia. Di Sulawesi terdapat banyak hewan endemik, misalnya primata primitif Tarsius sectrum, musang sulawesi (Macrogalida musschenbroecki), babirusa, anoa, maleo, dan beberapa jenis kupu-kupu.

2.1.4        Memiliki Banyak Hewan dan Tumbuhan Langka

Di Indonesia banyak terdapat hewan dan tumbuhan yang telah langka. Hewan langka misalnya:
·      Babirusa (Babyrousa babyrussa)
·      Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
·      Harimau jawa (Panthera tigris sondanicus)
·      Macan kumbang (Panthera pardus)
·      Orangutan (Pongo pygmaeus abelii)
·      Badak sumatera (Decerorhinus sumatrensis)
·      Tapir (Tapirus indicus)
·      Gajah asia (Elephas maximus)
·      Bekantan (Nasalis larvatus)
·      Komodo (Varanus komodoensis)
·      Banteng (Bos sondaicus)
·      Cendrawasih (Paradisaea minor)
·      Kanguru pohon (Dendrolagus ursinus)
·      Maleo (Marcochephalon maleo)
·      Kakatua raja (Probosciger atterimus)
·      Rangkong (Buceros rhinoceros)
·      Kasuari (Casuarius casuarius)
·      Buaya muara (Crocodylus porosus)
·      Buaya irian (Crocodylus novaeguinae)
·      Penyu tempayan (Caretta caretta)
·      Penyu hijau (Chelonia mydas)
·      Sanca bodo (Phyton molurus)
·      Sanca hijau (Chondrophyton viridis)
·      Bunglon sisir (Gonyochepalus dilophus)
Tumbuh-tumbuhan langka misalnya:
·      Bedali (Radermachera gigantea)
·      Putat (Planhonia valida)
·      Kepuh (Stereula foetida)
·      Bungur (Lagerstromia speciosa)
·      Nangka celeng (Artocarpus heterophyllus)
·      Kluwak (Pangium edule)
·      Bendo (Artocarpus elasticus)
·      Mundu (Garcinia dulcis)
·      Sawo kecik (Manilkara kauki)
·      Winong (Tertrameles nudiflora)
·      Sanca hijau (Pterospermum javanicum)
·      Gandaria (Bouea marcophylla)
·      Matoa (Pometis pinnata)
·      Sukun berbiji (Artocarpus communis)



2.1.5        Memiliki Banyak Hewan dan Tumbuhan Endemik

Di Indonesia terdapat hewan dan tumbuhan endemik. Hewan dan tumbuhan endemik Indonesia artinya hewan dan tumbuhan itu haya ada di Indonesia, tidak terdapat di negara lain.
Hewan endemik misalnya harimau jawa, harimau bali (sudah punah), jalak bali putih di Bali, badak bercula satu di Ujung Kulon, biturong, monyet Presbytis thomasi, tarsius, kukang, maleo hanya di Sulawesi, komodo di Pulau Komodo dan sekitarnya.
Tumbuhan yang endemik terutama dari genus Rafflesia arnoldii (endemik di Sumatera Barat, Bengkulu, dan Aceh), R. borneensis (Kalimantan), R. ciliata (Kalimantan Timur), R. horsfilldii (Jawa), R. patma (Nusa Kambangan dan Pangandaran), R. rochussenii (Jawa Barat), dan R. contleyi (Sumatera bagian timur).

2.2         Keanekaragaman Hayati Dunia

Kehadiran makhluk hidup ditentukan oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibedakan sebagai kondisi dan sumber daya. Kondisi adalah suatu faktor yang besarannya dapat diukur dan tidak habis jika digunakan oleh organisme. Contoh kondisi adalah suhu, intensitas cahaya, curah hujan, dan radiasi matahari. Sedangkan sumber daya adalah faktor lingkungan yang habis ketersediaanya bila sudah digunakan, misalnya makanan dan ruang (tempat tinggal).
Matahari adalah sumber energi utama untuk kehidupan di bumi. Jumlah sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi menentukan penyebaran makhluk hidup. Karena permukaan bumi bulat maka setiap tempat di permukaan bumi mendapatkan sinar matahari dengan jumlah yang berbeda-beda. Akibatnya suhu di berbagai tempat di permukaan bumi berbeda-beda. Berdasarkan letak terhadap garis lintang, maka bumi dibagi dalam beberapa daerah iklim sebagai berikut.

a).              Daerah tropik berada di antara 23,50 LU dan 23,50 LS. Daerah ini hanyaq memiliki dua musim.
b).              Daerah iklim sedang (subtropik) berada di antara 23,50 dan 660. Daerah ini memiliki empat musim, yaitu panas, gugur, seni, dan dingin (salju).
c). Daerah kutub (artik) berada pada garis lintang lebih dari 660.
d).              Daerah peralihan antara subtropik dan kutub (subartik).
Faktor lingkungan penting yang mempengaruhi kehadiran dan penyebaran oraganisme adalah suhu. Variasi suhu lingkungan menentuakn proses kehidupan, penyebaran dan kelimpahan organisme. Variasi suhu lingkungan alami dapat bersifat siklik (misalnya musiman, harian). Hal ini berkaitan dengan letak tempat di garis lintang (latitudinal), atau ketinggian di permukaan laut (altitudinal). Variasi suhu berdasarkan garis lintang berkaitan dengan variasi musim yang disebabkan oleh posisi poros bumi terhadap matahari.
Interaksi antara suhu, kelembapan, angin, altitudinal, latitudinal, dan topografi menghasilkan daerah iklim yang luas yang dinamakan bioma. Setiap bioma memiliki hewan dan tumbuhan tertentu yang khas. Beberapa bioma di bumi antara lain tundra, taiga, hutan gugur, hutan hujan tropik, padang rumput, dan gurun.

2.2.1        Tundra

Tundra terdapat di lingkungan kutub utara dan kutub selatan, Green Land, Siberia utara. Daerah ini beriklim kutub, sehingga selalu tertutup salju. Tumbuhan yang ada terutama adalah lumut Sphagnum dan lumut kerak. Tumbuhan tahunan hampir tidak ada. Tumbuhan semusim berumur pendek dan berbunga serempak pada musim panas, serta memiliki biji-biji yang dorman selama musim dingin.

Hewan-hewan yang ada adalah beruang kutub, serigala kutub, reinder, dan caribou bull (sebangsa rusa). Di bioma tundra juga terdapat burung yang umumnya membuat sarang pada musim panas. Burung ini adalah burung migran (berasal dari daerah lain).

2.2.2        Taiga

Taiga terdapat di antara daerah subtropik dan kutub, misalnya di Rusia dan Eropa Utara, Kanada, dan Alaska. Jadi, taiga terletak di sebelah selatan tundra. Tumbuhan khas yang ada di taiga adalah konifer atau tumbuhan berdaun jarum (pohon spruce, alder, dan birch), yang hijau sepanjang tahun. Taiga juga sering disebut sebagai hutan boreal. Seperti pada bioma tundra, di taiga juga sangat dingin pada musim salju, tetapi musim panasnya lebih lama. Hewan yang ada adalah beruang hitam dan serigala.

2.2.3        Hutan Gugur

Hutan gugur terdapat di daerah subtropik di Eropa Barat, Korea, Jepang utara, dan Amerika Timur. Bioma ini memiliki curah hujan 75 – 100 cm per tahun, memiliki empat musim. Tumbuhan yang ada terutama mapel, oak, beech, yang selalu menggugurkan daunnya pada musim gugur. Hewan-hewan yang umum adalah rusa, beruang, dan rubah.

2.2.4        Hutan Hujan Tropik

Bioma ini berada di daerah tropik, yaitu di Indonesia, India, Thailand, Brazil, Kenya, Costa Rica, dan Malaysia. Curah hujan tinggi yaitu 200 – 255 cm per tahun, matahari bersinar sepanjang tahun. Jenis tumbuhan sangat banyak dan komunitasnya sangat kompleks. Tumbuhan tumbuh dengan subur, tinggi, serta banyak cabang dengan daun yang lebat sehingga membentuk tudung atau kanopi. Tumbuhan khas adalah kelompok liana, yaitu tumbuhan yang merambat, misalnya rotan, dan tumbuhan epifit yaitu tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain, misalnya anggrek. Binatang yang menghuni hutan hujan tropik adalah berbagai macam burung, kera, babi hutan, tupai, macan, gajah, dan rusa.

2.2.5        Padang Rumput

Padang rumput banyak terdapat di Nusa tenggara, Amerika Serikat bagian Tengah, Afrika Tengah dan Selatan, serta Eropa Timur. Bioma ini curah hujannya rendah yaitu 25 -30 cm per tahun. Tumbuhan utama adalah rumput-rumputan. Hewannya meliputi bison, zebra, kanguru, jerapah, kijang, singa, serigala, jaguar, binatang pengerat, reptilia, dan beberapa burung. Padang rumput di daerah tropik disebut sebagai savana.

2.2.6        Gurun

Bioma gurun terdapat di Asia Kecil, Afrika utara, Chima, Mongolia, dan Amerika Barat. Curah hujan sangat rendah kurang lebih 25 cm per tahun, suhu sangat tinggi di siang hari dan sangat rendah di malam hari, kelembapan udara rendah, tanahnya tandus. Tumbuhannya terutama kaktus, dan tumbuhan efemera (tumbuhan yang pada waktu hujan cepat tumbuh, cepat berbunga dan memiliki biji yang dorman). Hewan yang ada adalah unta, tikus, ular, kadal, dan semut.

2.2.7        Bioma Berdasarkan Altitudinal

Telah diuraikan bahwa permukaan bumi berdasarkan latitudinal dapat dibedakan menjadi daerah tropik, subtropik, dan kutub. Masing-masing daerah tersebut memiliki jenis organisme dan keanekaragaman yang berbeda. Di daerah peralihan antara subtropik dan kutub terdapat hutan taiga yang terdiri dari tumbuhan berdaun jarum dan di daerah kutub terdapat tundra.
Gambaran penyebaran bioma secara horizontal (berdasarkan latitudinal atau garis lintang) ternyata mirip dengan gambaran penyebaran secara vertikal (berdasarkan tinggi di atas permukaan laut atau altitudinal).
Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa memiliki penyebaran vertikal yang mirip dengan pola penyebaran horizontal di atas. Pola penyebaran vertikal ini dimulai dari wilayah pantai hingga ke puncak Jayawijaya di Irian Jaya (Papua), yaitu hutan hujan tropik, hutan gugur, taiga, dan di puncak gunung bersalju Jayawijaya terdapat tundra.

2.2.8        Bioma Air Tawar

Ekosistem air tawar memiliki kadar garam rendah. Air tawar memiliki kemampuan menyerap panas dari cahaya matahari sehingga perubahan suhu tidak terlalu besar. Berdasarkan ada tidaknya arus, ekosistem air tawar dibedakan menjadi ekosistem lentik (air tidak mengalir) misalnya danau, kolam, rawa, serta ekosistem lotik (air mengalir) misalnya sungai.
Tumbuhan yang menghuni lingkungan perairan tawar meliputi tumbuhan yang berukuran besar (makrohidrofita) serta tumbuhan yang berukuran kecil, yaitu ganggang. Tumbuhan biji di ekosistem air tawar misalnya teratai dan eceng gondok. Sedangkan tumbuhan yang berukuran mikroskopik misalnya ganggang biru, ganggang hijau, dan diatomae. Hewan yang menghuni air tawar adalah udang-udangan, ikan, dan serangga.

2.2.8.1  Organisme Air Tawar

Berdasarkan cara hidupnya, organisme yang hidup di air dapat dibedakan menjadi sebagai berikut.
a).              Plankton, yaitu organisme yang berukuran mikroskopik yang hidup melayang-layang dalam air. Plankton dibedakan atas fitoplankton (plankton tumbuhan), zooplankton (plankton hewan), dan bakterioplankton (bakteri).
b).              Nekton, yaitu organisme yang hidup berenang di dalam air. Misalnya ikan.
c). Neuston, yaitu organisme yang hidupnya berada di atas permukaan air.
d).              Bentos, yaitu organisme yang hidup di dasar perairan. Bentos umumnya berfungsi sebagai penghancur (dekomposer), misalnya cacing, moluska, dan beberapa larva serangga.
e). Perifiton, yaitu organisme yang melekat pada batang, akar, dan daun tumbuhan air atau pada benda-benda lain di air.

2.2.8.2  Pembagian Bioma Air Tawar

Secara fisik bioma air tawar dibagi menjadi beberapa daerah, yaitu litoral, limnetik, dan profundal.
a).              Litoral merupakan daerah air yang dangkal sehingga cahaya matahari dapat menembus sampai dasar. Organisme yang hidup adalah zooplankton, fitoplankton, dan hewan bentos.
b).              Limnetik merupakan daerah yang tebuka dan dapat ditembus cahaya matahari. Organisme yang hidup adalah zooplankton, fitoplankton, nekton, dan neuston.
c). Profundal merupakan daerah yang tidak dapat ditembus olah cahaya matahari.
Habitat air tawar memiliki kadar garam yang lebih rendah daripada sel-sel organisme yang ada di habitat ini. Dengan demikian, tekanan osmosis air tawar lebih rendah dibandingkan dengan tekanan osmosis sel-sel organisme air tawar. Akibat perbedaan tekanan osmosis tersebut maka hewan air tawar, misalnya ikan, terus-menerus kemasukan air. Untuk mengatasi hal tersebut, ikan beradaptasi dengan mengeluarkan banyak urin dan mengabsorbsi garam-garaman melalui insangnya.

2.2.9        Bioma Air Laut

Bioma air laut luasnya lebih dari dua pertiga permukaan bumi. Bioma air laut kurang terpengaruh oleh perubahan iklim dan cuaca. Ciri khas air laut adalah mempunyai kadar garam yang tinggi. Kadar garam rata-rata air laut adalah 35 ppm (part per million). Di daerah khatulistiwa kadar garamnya lebih tinggi daripada di daerah yang jauh dari khatulistiwa.
Organisme laut memiliki pola adaptasi terhadap tekanan osmosis sir laut yang tinggi dengan cara yang berlawanan dengan organisme air tawar. Ikan laut misalnya, mengatasi kekurangan cairan akibat keluarnya cairan tubuh secara osmosis, dengan cara bayak minum air, sedikit mengeluarkan urin dan mengekskresikan garam-garaman melalui insang.
Suhu air di permukaan lebih tinggi daripada di bagian dalam, karena permukaan menyerap panas dari cahaya matahari. Perbedaan ini menyebabkan air yang ada di permukaan tidak dapat bercampur dengan air yang ada di lapisan bawahnya. Ini disebabkan air yang suhunya lebih dingin memiliki massa jenis yang lebih besar. Di antara kedua lapisan air yang dingin dan lapisan yang hangat itu terdapat lapisan termoklin.

2.2.9.1  Pembagian Bioma Air Laut

Sampai berapa dalamkah cahaya matahari dapat menembus laut? Hal ini tergantung pada kejernihan air dan letak geografinya. Laipsan air yang dapat ditembus oleh cahaya disebut daerah fotik. Kedalaman daerah fotik kira-kira sampai kedalaman 200 m daerah yang tidak dapat ditembus cahaya matahari disebut daerah afotik.
Sebagaimana pada ekosistem air tawar, ekosistem laut pun dibagi menjadi beberapa daerah berdasarkan kedalamannya, yaitu sebagai berikut.
a).              Daerah litoral, yaitu daerah laut yang berbatasan dengan daratan. Daerah litoral dapat ditembus oleh cahaya matahari sampai ke dasar.
b).              Daerah neritik, merupakan daerah laut dangkal sampai pada kedalaman 200 m.
c). Daerah batial, yaitu daerah dengan kedalaman 200-300 m.
d).              Daerah abisal, yaitu daerah yang kedalamannya lebih dari 2000 m.
Daerah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi adalah daerah litoral dan neritik. Karena banyak cahaya matahari, di daerah ini banyak terdapat fitoplankton dan zooplankton yang merupakan sumber makanan bagi organisme laut lainnya. Pada sinag hari plankton bergerak menuju ke laipsan yang lebih dalam, sedangkan pada malam hari bergerak menuju ke permukaan laut. Ikan-ikan mengikuti gerakan plankton tersebut. Itulah sebabnya, para nelayan mencari ikan di malam hari.
Di daerah batial atau dasar laut yang tidak ada cahaya hanya dihuni oleh ikan-ikan khas, misalnya ikan yang dapat mengeluarkan cahaya. Umumnya organisme yang hidup di daerah ini menunggu jatuhan bahan organik dari daerah permukaan

2.2.9.2  Vegetasi Pantai

Di perbatasan antara laut dan darat terdapat daerah pasang surut. Tumbuhan ynag hidup di daerah pantai harus menyesuaikan diri dengan hempasan gelombang. Biasanya tumbuhan yang ada berupa tumbuhan menjalar dengan geragih yang panjang. Vegetasi pantai membentuk formasi yang diberi nama sesuai dengan tumbuhan yang dominan.
Pada pantai yang landai biasanya terdapat daerah pasang surut yang berlumpur. Daerah ini membentuk hutan bakau yang disebut dengan mangrove. Tumbuhan yang terdapat di mangrove misalnya Avicennia, Rhizophora, Achantus, Cerbera, Bruguiera, dan Ceriops. Mangrove yang dasarnya koral berpasir umumnya didominasi oleh Sooeratia alba.
Semua pohon di daerah mangrove mempunyai akar yang khas. Ada yang berakar napas seperti Avicennia dan Sonneratia. Ada yang berakar jangkar untuk menahan pengaruh pasang surut.
Di muara sungai dikenal ekosistem pantai lumpur (mangrove) terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Irian.
Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi adalah Avicennia dan Sonneratia. Di pantai selatan Jawa, Bali, dan NTT, pantai barat Sumatera, dan kepulauan Maluku terdapat ekosistem pantai batu. Vegetasi umumnya adalah ganggang laut, di antaranya Euchema, Sargasum, dan Gellidium. Di perairan jernih, terbentuk terumbu karang. Indonesia memiliki terumbu karang dengan kenanekaragaman tinggi yang tergolog kelas dunia misalnya di Bunaken, Teluk Cendrawasih, dan Kepulauan Natuna.

2.3         Manfaat Keanekaragaman Hayati Bagi Kelangsungan Hidup Manusia

Pemanfaatan keanekaragaman hayati bagimasyarakat harus secara berkelanjutan. Yang dimaksud dengan manfaat yang berkelajutan adalah manfaat yang tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

2.3.1        Sebagai Sumber Pangan, Perumahan, dan Kesehatan

Kehidupan manusia yang bergantung pada keanekaragaman hayati. Hewan dan tumbuhan yang kita manfaatkan saat ini (misalnya ayam, kambing, padi, jagung) pada zaman dahulu juga merupakan hewan dan tumbuhan liar, yang kemudian dibudidayakan. Hewan dan tumbuhan liar itu dibudidayakan karena memiliki sifat-sifat unggul yang diharapkan manusia. Sebagai contoh, ayam dibudidayakan karena menghasilkan telur dan daging. Padi dibudidayakan karena menghasilkan beras. Beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang memiliki peranan penting untuk memenuhi kebutuhan pangan, perumahan, dan kesehatan, misalnya:
a).         Pangan: berbagai biji-bijian (padi, jagung, kedelai, kacang), berbagai umbi-umbian (ketela, singkong, suwek, garut, kentang), berbagai buah-buahan (pisang, nangka, mangga, jeruk, rambutan), berbagai hewan ternak (ayam, kambing, sapi).
b).         Perumahan: kayu jati, sonokeling, meranti, kamfer.
c).          Kesehatan: kunyit, kencur, temulawak, jahe, lengkuas.

2.3.2        Sebagai Sumber Pendapatan

Keanekaragaman hayati dapat dijadikan sumber pendapatan. Misalnya untuk bahan baku industri, rempah-rempah, dan perkebunan. Bahan baku industri misalnya kayu gaharu dan cendana untuk industri kosmetik, teh dan kopi untuk industri minuman, gandum dan kedelai untuk industri makanan, dan ubi kayu untuk menghasilkan alkohol. Rempah-rempah misalnya lada, vanili, cabai, bumbu dapur. Perkebunan misalnya kelapa sawit dan karet.

2.3.3        Sebagai Sumber Plasma Nutfah

Hewan, tumbuhan, dan mikroba yang saat ini belum diketahui tidak perlu dimusnahkan, karena mungkin saja di masa yang akan datang akan memiliki peranan yang sangat penting. Sebgai contoh, tanaman mimba (Azadirachta indica),. Dahulu tanaman ini hanya merupakan tanaman pagar, tetapi saat ini diketahui mengandung zat azadiktrakhtin yang memiliki peranan sebagai anti hama dan anti bakteri. Adapula jenis ganggang yang memiliki kendungan protein tinggi, yang dapat digunakan sebagai sumber makanan masa depan, misalnya Chlorella. Buah pace (mengkudu) yagn semula tidak dimanfaatkan, sekarang diketahui memiliki khasiat untuk meningkatkan kebugaran tubuh, mencegah dan mengobati penyakit tekanan darah.
Di hutan atau lingkungan kita, masih terdapat tumbuhan dan hewan yang belum dibudidayakan, yang mungkin memiliki sifat-sifat unggul. Itulah sebabnya dikatakan bahwa hutan merupakan sumber plasma nutfah (sifat-sifat unggul). Siapa tahu kelak sifat-sifat unggul itu dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.



2.3.4        Manfaat Ekologi

Selain berfungsi untuk menunjuang kehidupan manusia, keanekaragaman hayati memiliki peranan dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Masing-masing jenis organisme memiliki peranan dalam ekosistemnya. Peranan ini tidak dapat digantikan oleh jenis yang lain. Sebagai contoh, burung hantu dan ular di ekosistem sawah merupakan pemakan tikus. Jika kedua pemangsa ini dilenyapkan oleh manusia, maka tidak ada yang mengontrol populasi tikus. Akibatnya perkembangbiakan tikus meningkat cepat dan di mana-mana terjadi hama tikus.
Tumbuhan merupakan penghasil zat organik dan oksigen, yang dibutuhkan oleh organisme lain. Selain itu, tumbuh-tumbuhan dapat membentuk humus, menyimpan air tanah, dan mencegah erosi. Keanekaragaman yang tinggi memperkokoh ekosistem. Ekosistem dengan keanekaragaman yang rendah merupakan ekosistem yang tidak stabil. Bagi manusia, keanekaragaman yang tinggi merupakan gudang sifat-sifat unggul (plasma nutfah) untuk dimanfaatkan di kemudian hari.

2.3.5        Manfaat Keilmuan

Keanekaragaman hayati merupakan lahan penelitian dan pengembangan ilmu yang sangat berguna untuk kehidupan manusia.

2.3.6        Manfaat Keindahan

Keindahan alam tidak terletak pada keseragaman tetapi pada keanekaragaman. Bayangkan bila halaman rumah kita hanya ditanami satu jenis tanaman saja, apakah indah? Tentu saja akan lebih indah apabila ditanami berbagai tanaman seperti mawar, melati, anggrek, rumput, palem.
Kini kita sadari bahwa begitu banyak manfaat keanekaragaman hayati dalam hidup kita. Pemanfaatannya yang begitu banyak dan beragam tentu saja dapat mengancam kelestariannya. Untuk itu kita harus bijaksana dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati, dengan mempertimbangkan aspek manfaat dan aspek kelestariannya.

2.4     Konservasi (Perlindungan) Keanekaragaman Hayati

Konservasi keanekaragaman hayati atau biodiversitas sudah menjadi kesepakatan internasional. Objek keanekaragaman hayati yang dilindungi terutama kekayaan jenis tumbuhan (flora) dan kekayaan jenis hewan (fauna) serta mikroorganisme misalnya bakteri dan jamur. Perlu diingat bahwa yang termasuk flora tidak hanya tumbuhan yang berbunga yang sehari-hari kita lihat tetapi juga lumut dan paku-pakuan. Demikian pula dengan fauna, tidak saja mencakup binatang mamalia tetapi juga ikan, burung, dan serangga.
Tempat perlindungan keanekaragaman hayati di Indonesia telah diresmikan oleh pemerintah. Lokasi perlindungan tersebut misalnya berupa Taman Nasional, Cagar Alam, Hutan Wisata, Taman Hutan Raya, Taman Laut, Wana Wisata, Hutan Lindung, dan Kebun Raya. Tempat-tempat tersebut memiliki makna yang berbeda-beda meskipun fungsinya sama yaitu untuk tujuan konservasi.

2.4.1        Taman Nasional

Taman nasional adalah kawasan konservasi alam dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan. Taman nasional memiliki fungsi ganda, yaitu perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dan perlindungan jenis tumbuhan dan hewan serta pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Taman nasional juga penting untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, dan rekreasi alam. Biodiversitas di Indonesia yang unik dan dilindungi terutama di taman nasional. Beberapa taman nasional yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut.

2.4.1.1  Taman Nasional Gunung Leuseur

Taman Nasional (TN) ini terletak di Provinsi Sumatera Utara dan Propinsi Daerah istimewa Aceh, dengan ketinggian 0 – 3.381 m di atas permukaan laut (dpl), dengan luas 1.095.192 ha. Di TN Gunung Leuseur sekurang-kurangnya ada 50 jenis anggota famili Dipterocarpaceae (meranti, keruing, kapur). Beberapa jenis buah-buahan antara lain jeruk hutan (Citrus macroptera), durian hutan (Durio exyleyanus), menteng (Baccaurea racemosa), buah limus (Mangifera foetida), rukem (Flacuoritia rukam), serta flora langka Rafflesia arnoldii var. atjehensis, dan Johannesteisjmannia altifrons (sejenis palem). Dari kelompok fauna ada 89 jenis satwa langka yang dilindungi, antara lain: gajah (Elephas maximus), beruang malaya (Ursus malayanus), harimau sumatera, badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), orangutan sumatera (Pongo pygmaeus), macan akar, burung kuda, kambing sumba, itik liar, dan tapir (Tapirus indicus).

2.4.1.2  Taman Nasional Kerinci Seblat

Taman Nasional ini terletak membentang di empat propinsi yaitu, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Luasnya 1.484.650 ha dengan ketinggian 0-3800 m dpl.
Jenis-jenis flora yang ada terutama famili Dipteropaceae, Leguminosae, dan Liana. Jenis flora langka yang terkenal adalah bunga bangkai (Anorhophallus titanium) dan Rafflesia arnoldii. Jenis-jenis lain adalah palem (Livistona altissima), anggrek (Bilbophyllum sp., Dendrobium sp.), pasang (Quercus), kismis (Podocarpus sp.).
Jenis-jenis fauna di Taman Nasional ini sebanyak 36 jenis dan 24 jenis diantaranya dilindungi. Jenis-jenis satwa tersebut antara lain tapir, simpoi bangka, ungko, kelinci hutan, landak, tikus hutan, babi batang, berang-berang, badak sumatera, gajah, harimau sumatera, harimau kombang, siamang, kera ekor panjang, kancil, mucak, rusa, serta jenis-jenis burung dan reptilia.
TN Kerinci Seblat merupakan gudang plasma nutfah di kawasan Indonesia Barat.

2.4.1.3  Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Luas kawasan ini 356.800 ha, membentang dari ujung selatan propinsi Bengkulu sampai ujung seletan propinsi Lampung.
Kawasan ini merupakan kawasan konservasi untuk tujuan penelitian dan pendidikan karena potensi flora dan faunanya yang spesifik. Jenis-jenis flora penyusunnya adalah meranti (Shorea spp.), keruing (Dipterocarpus), pengarawang (Hopea spp.), pasang (Quercus spp), bayur (Pterospermm spp.), damar (Agathis alba), kemiri (Aleurites moluccana), dan temu-temuan (Zingiberaceae). Juga cemara gunung (Cassuarina equisetifolia), mengkudu (Morinda citrifolia) serta bunga langka yang sangat terkenal yaitu Rafflesia arnoldii.
Jenis-jenis mamalia yang ada misalnya owa, babi, rusa, kijang, gajah, tapir, kambing hutan, kerbau liar, ajak, harimau sumatera, beruang madu, badak sumatera, macan tutul, landak, trenggiling. Jenis reptilia misalnya ular sanca, dan jenis-jenis burung misalnya rangkong, dara laut, raja udang, bangau putih, bangau tong-tong, gangsa laut.

2.4.1.4  Taman Nasional Ujung Kulon

Taman Nasional Ujungkulon terletak di ujung paling barat Pulau Jawa. TN ini merupakan ekosistem hutan daratan rendah di Plau Jawa. TN ini merupakan habitat terakhir dari hewan-hewan yang terancam punah, seperti badak bercula satu (Rhinoceros sundanicus), banteng (Bos sondanicus), owa jawa (Hylobathes moloch), harimau loreng (Panthera tigris), dan surili (Presbytis aygula).

2.4.1.5  Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango

Kawasan TN ini terletak di kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dengan luas 15.196 ha. TN ini mewakili hutan-hutan tropis pengunungan di Jawa. Karena itu jenis-jenis ekosistemnya adalah hutan submontane (100-1500 m dpl), hutan montae (1.500-2.400 m dpl), serta subalpine (lebih dari 2.400 m dpl). Karena iklimnya lembap, maka kawasan ini didominasi oleh jenis paku-pakuan misalnya Hymmenophyllaceae, Gleishenia, Gauthenisa, dan semak Rhododendron. Pohon raksasa yang ada adalah rasamala (Altingia exelsa) yang dapat mencapai ketinggian 60 m. Bunga abadi yang tak pernah layu terdapat di zona subalpine ialah Anapalic javanica.
Satwa yang masih ada disini adalah owa jawa yang endemik (tidak terdapat di daerah lain), surili, kera, lutung, dan macan tutul.

2.4.1.6  Taman Nasional Kepulauan Seribu

Terletak di Kepulauan Seribu, jumlah pulaunya 85 buah dengan luas 256 ha. Ekosistem yang unik yang dilindungi di TN ini adalah ekosistem terumbu karang.

2.4.1.7  Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru

Luasnya 58.00 ha, terletak antara 100-3676 dpl., membentang di Kabupaten Probolinggo, Malang, pasuruan, dan lumajang, Jawa Timur.
Jenis tumbuhan yang spesifik adalah cemara gunug.
Jenis fauna yang dilindungi adalah babi utan, kijang, kera, ayam hutan, rusa, ajak, dan macan tutul.

2.4.1.8  Taman Nasional Meru Betiri

Taman Nasional yang terletak di Jember Selatan ini merupakan habitat terakhir dari harimau lorang jawa yang terancam punah. Satwa lain yang dilindungi adalah penyu karet, penyu belimbing, kancil, kijang, rangkong, dan merak. Di sini terdapat pula flora langka yang dilindungi yaitu Rafflesia zolingeri dan Balanophora fungosa.

2.4.1.9  Taman Nasional Baluran

Luas TN ini adalah 23.713 ha, terletak di ujung timur Pulau Jawa. TN ini merupakan contoh ekosistem daratan tendah kering, dengan musim kering yang panjang antara 4 -9 bulan. Kekayaan floranya mencapai 422 spesies. Jenis tanaman langka di kawasan ini adlah dadap biru (Erythrina eudophylla). Di TN ini juga terdapat tanaman yang tahan panas misalnya pilang, kosambi, eidoro, kemloko, asam, nimba, klampis, talok, kemiri, wungur dan laban.
Fauna yang terdapat di TN Baluran antara lain ular piton, buaya, banteng, rusa, kerbau liar, kijang, babi hutan, ajak, macan tutul, dan linsang.

2.4.1.10        Taman Nasional Bali Barat

Terletak di Kabupaten Jembrana dan Buleleng, dengan luas 77.727 ha.
TN Bali Barat merupakan habitat hutan alami murni sawo kecik (Manilkara kauki).
Faunanya yang paling khas dan perlu dilindungi karena terancam punah adalah jalak bali putih. Fauna lain yang ada di dalam TN ini adalah menjangan, muncak, kera hitam, trenggiling, landak, penyu, pelatuk, ayam hutan dan kepodang.

2.4.1.11        Taman Nasional Komodo

TN Komodo terletak di Pulau Komodo, Rinca, Podan, Gilimotong dan pulau-pulau kecil lainnya, yang semuanya terletak di propinsi NTT. Kawasan ini beriklim muson dan kering, sehingga vegetasinya merupakan perwakilan Indonesia bagian timur.
Flora yang dilindungi adalah kayu hitam (Diospyros javanica) dan bayur (Pterospermum diversifolium).
Satwa yang khas adalah komodo, binatang purba yang hanya terdapat di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, di bagian barat Pulau Flores.

2.4.1.12        Taman Nasional Tanjung Puting

Luas kawasan TN Tanjung Puting adalah 305.000 ha, terletak di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kawasan ini berada di dataran rendah dan berawa-rawa dengan iklim basah.
Jenis tanaman yang ada di kawasan ini misalnya Gluta renghas (tanaman mengandung getah yang merusak saraf) dan durian (Durio spp.).
Fauna yang populasinya masih banyak adalah orang utan, lutung merah, kancil, muncak, kucing hutan, musang.
Taman Nasional Tanjung Puting merupakan pusat rehabilitasi orang utan. Rehabilitasi tersebut adalah untuk mempersiapkan orang utan senelum dilepas agar padat bertahan hidup.

2.4.1.13        Taman Nasional Lore Lindu

Terletak di Sulawesi Tengah, dekat dengan kota Palu, luasnya 222.178 ha, dengan ketinggian 500-2610 dpl. Tercatat ada 64 jenis flora yang diketahui dan didominasi oleh rotan (Calamus sp.) dan pinang (Pinanga sp.).
Mamalia yang paling banyak adalah anoa (Anoa sp.) yang dilindungi. Jenis-jenis hewan endemik ada 27 jenis terutama dari famili Muridae dan Scuridae (bajing).

2.4.2        Cagar Alam

Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas tumbuhan, satwa dan ekosistem, yang perkembangannya diserahkan kepada alam.

2.4.3        Hutan Wisata

Hutan wisata adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan, yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan, konservasi alam, dan rekreasi. Misalnya Hutan Wisata Pangandaran.

2.4.4        Taman Hutan Raya (Tahura)

Taman hutan raya adalah kawasan konservasi alam yang terutama dimanfaatkan untuk koleksi tumbuhan dan hewan, alami atau non-alami, jenis asli atau pendatang, yang berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, dan rekreasi. Tahura ini dapat disebut sebagai taman propinsi. Misalnya Pulau Sempu di Jawa Timur.

2.4.5        Taman Laut

Taman laut adalah wilayah lautan yang mempunyai ciri khas berupa keindahan alam atau keunikan alam yang ditunjuk sebagai kawasan konservasi alam, yang diperuntukkan guna meilindungi plasma nutfah lautan. Misalnya Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara.

2.4.6        Wana Wisata

Wana wisata adalah kawasan hutan yang disamping fungi utamanya sebagai hutan produksi, juga dimanfaatkan sebagai objek wisata hutan.

2.4.7        Hutan Lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan alam yang biasanya terletak di daerah pegunungan yang dikonservasikan untuk tujuan melindungi lahan agar tidak tererosi dan untuk mengatur tata air.

2.4.8        Kebun Raya

Kebun raya adalah kumpulan tumbuh-tumbuhan disuatu tempat, dan tumbuh-tumbuhan terseubut berasal dari berbagai daerah yang ditanam untuk tujuan konservasi, ilmu pengetahuan, dan rekreasi. Misalnya Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Purwodadi.
Selain tempat-tempat yang telah disebutkan di atas yang memang ditetapkan oleh pemerintah sebagai tempat konservasi, sebenarnya masyarakat pun dapat berpartisipasi dalam pelestarian keanekaragaman hayati. Bentuk pertisipasi masyarakat dalam pelestarian keanekaragaman hayati misalnya:
a).         Memperkaya koleksi tanaman di pekarangan rumah
b).         Tidak membunuh burung dan hewan-hewan lainnya
c).          Tidak membuang limbah sembarangan, terutama limbah pabrik, limbah rumah tangga, dan limbah pestisida karena dapat membahayakan kehidupan flora dan fauna.

2.5         Tingkat Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor keturunan atau genetik dan faktor lingkungan. Faktor keturunan disebabkan oleh adanya gen yang akan membawa sifat dasar atau sifat bawaan. Sifat bawaan ini diwariskan turun temurun dari induk kepada keturunannya. Namun, sifat bawaan terkadang tidak muncul (tidak tampak) karena faktor lingkungan. Jika faltor bawaan sama tetapi lingkungannya berbeda, mengakibatkan sifat yang tampak menjadi berbeda. Jadi, terdapat interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan. Karena adanya dua faktor tersebut, maka muncullah keanekaragaman hayati.
Sebagai contoh, kita tanam tanaman Hortensia secara stek ke dalam dua pot yang diberi media tanam berbeda.

 Karena dari tanaman stek, maka secara genetik tanaman itu sama. Gen yang terkandung di dalamnya sama. Tanaman yang ditanam pot yang diberi media tanam bersifat asam (misal diberi humus) akan menghasilkan bunga berwarna merah sedangkan yang ditanam di pot yang diberi media tanam bersifat basa (misal diberi bubuk kapur) akan menghasilkan bunga berwarna biru. Jadi perbedaan keasaman tanah dapat mengakibatkan keanekaragaman bunga Hortensia.
Keanekaragaman hayati itu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga tingkat, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis, dan keanekaragaman ekosistem.

2.5.1        Keanekaragaman Gen

“Bahan baku” keanekaragaman sebenarnya terletak pada gen. Gen adalah faktor pembawa sifat yang menentukan sifat makhluk hidup. Gen terletak di dalam benang kromosom, yakni benang-benang pembawa sifat yang terdapat di dalam inti sel makhluk hidup. Pada manusia, sifat rambut lurus, hidung mancung, mata lebar, warna kulit, dtentukan oleh gen.
Gen adalah materi yang mengendalikan sifat atau karakter. Jika gen berubah, maka sifat-sifat pun akan berubah. Sifat-sifat yang ditentukan oleh gen disebut genotipe. Ini dikenal sebagai pembawaan. Meskipun termasuk spesies yang sama, tidak ada satu individu yang persis sama dengan yang lain, karena adanya keanekaragaman gen. sekilas, memang ada kemiripan bentuk luar. Namun jika diamati, akan terdapat variasi sifat sehingga tampaklah adanya keanekaragaman.
Perbedaan gen tidak hanya terjadi antar jenis. Di dalam satu jenis (spesies) pun terjadi keanekaragaman gen. dengan adanya keanekaragaman gen, maka sifat-sifat di dalam satu spesies bervariasi.


2.5.1.1  Variasi dan Varietas

Varisasi antarindividu yang sejenis tidak hanya terdapat pada tumbuhan tetapi juga pada manusia. Misalnya, di dalam suatu keluarga terdapat anak-anak yang memiliki sifat berbeda. Ada yang bulu matanya lentik dan ada yang tidak, ada yang berkumis ada yang tidak, ada yang berbadan kekar ada yang tidak. Ukuran biji kacang dari satu pohon bervariasi, ada yang kecil, ada yang sedang, ada pula yang besar. Warna bulu ayam sering beraneka ragam.
Keanekaragaman gen dapat memunculkan varietas. Misalnya ada varietas padi PB, rojo lele, dan varietas padi tahan wereng. Varietas kelapa juga bermacam-macam. Demikian juga adanya berbagai varietas mangga, ayam, dan kambing. Secara sekilas penampakan antarvarietas itu berbeda, karena masih tergolong jenis yang sama. Akan tetapi, setiap varietas memiliki gen yang berbeda sehingga memunculkan sifat-sifat khas yang dimiliki oleh masing-masing varietas itu.

2.5.1.2  Keanekaragaman Fenotipe dan Genotipe

Keanekaragaman genotipe jangan dikacaukan dengan keanekaragaman fenotipe. Karena lingkungan yang berbeda, sifat yang mucul pada individu dapat berbeda meskipun genotipenya sama. Perpaduan antara genotipe dengan lingkungan menghasilkan sifat yang tampak dari luar yang dikenal sebagai fenotipe.
Misalnya, apel batu yang biasa hidup di dataran tinggi, dicangkok kemudian ditanam di Malang, yaitu kota yang letaknya lebih rendah daripada Batu. Tanaman cangkok itu secara genotipe sama dengan induknya. Namun karena lingkungan kota Batu berbeda dengan kota Malang, akan mucnul tanaman apel yang ukuran buahnya kecil dan rasanya lebih asam. Jadi, terdapat perbedaan fenotipe antara apel yang ditanam di Batu dan di Malang, meskipun gennya sama. Jadi, gen yang sama (genotipe sama) dapat menampakkan sifat (fenotipe) yang berbeda karena lingkungannya berbeda.
Genotipe juga dapat berubah karena perkawinan atau persilangan. Menanam biji jeruk manis belum tentu menghasilkan jeruk yang manis pula, meskipun lingkungannya sama. Hal ini terjadi karena perubahan genotipe akibat persilangan. Tanaman hasil mencangkok, genotipenya pasti sama  dan akan menampakkan fenotipe yang asal lingkungannya sama.
Demikianlah, terdapat keanekaragaman gen di dalam spesies yang sama hingga memunculkan variasi tingkat spesies yang dikenal sebagai varietas.

2.5.2        Keanekaragaman Jenis

Di dalam satu jenis dijumpai keseragaman individu, namun antarjenis dijumpai keanekaragaman individu.
Di lingkungan sekitar kita dapat dijumpai berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Di dalam satu famili rumput (Gramineae) dapat dijumpai rumput grinting, padi, jagung, rumput gajah. Di dalam golongan burung dapat dijumpai itik, ayam, bebek, angsa, merpati, dan burung parkit.
Sangat mudah menentukan keanekaragaman jenis karena dapat kita amati perbedaan sifat dengan jelas. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 500 juta spesies makhluk hidup.

2.5.3        Keanekaragaman Ekosistem

Antara makhluk hidup yang satu dengan yang lain (baik di dalam jenis maupun antarjenis) terjadi interaksi. Ini dikenal sebagai interaksi biotik, yang membentuk suatu komunitas. Antara makhluk hidup dengan lingkungan fisik yaitu suhu, cahaya, dan lingkungan kimiawi yaitu air, mineral, keasaman, juga terjadi interksi. Ini terkenalsebagai interaksi biotik-abiotik yang membentuk sistem lingkungan atau ekosistem.
Kondisi lingkungan beraneka ragam. Ada lingkungan yang banyak air, ada yang tidak. Ada lingkungan yang banyak emndapatkan cahaya matahari, ada yang sedikit. Demikian pula halnya dengan suhu, kelembapan, mineral, pH, kadar garam, ketinggian. Di dalam lingkungan yang berbeda dapat dijumpai keanekaragaman hayati yang berbeda. Sebagai contoh, di lingkungan pantai dapat ditemukan pohon kelapadan hutan bakau, sedangkan di lingkungan pegunungan dijumpai pohon pinus, apel, dan sayuran. Dengan beranekaragamnya kondisi lingkungan dan keanekaragaman hayati, maka terbentuklah keanekaragaman ekosistem.
Di Indonesia, mulai dari daerah pantai hingga puncak Jayawijaya yaitu Puncak Sukarno yang tertutup es di Irian Jaya, diperkirakan terdapat 47 macam ekosistem. Beberapa ekosistem itu misalnya ekosistem hutan bakau, ekosistem hutan hujan tropik, ekosistem padang rumput (savana), ekosistem sawah, ekosistem kota, dll.

2.6         Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati

2.6.1        Aktifitas Manusia Dapat Menurunkan Keanekaragaman Hayati

Aktifitas manusia dapat menurunkan keanekaragaman hayati. Hingga saat ini, berbagai jenis tumbuhan dan hewan terancam punah dan beberapa di antaranya telah punah. Sebagai contoh, Australia selama 20 tahun telah kehilangan 41 jenis mamalia, 18 jenis burung, reptilia, ikan, dan katak, 200 jenis invertebrata, dan 209 jenis tumbuhan.
Sementara itu, Indonesia kehilangan beberapa satwa penting, misalnya harimau bali. Saat ini hewan tersebut tidak pernah ditemukan lagi keberadaannya, alias kemungkinan sudah punah. Hewan-hewan seperti badak bercula satu, jalak bali, dan trenggiling juga terancam punah. Belum lagi beberapa jenis serangga, hewan melata, ikan, dan hewan air, yang sudah tidak ditemukan lagi di lingkungan kita.
Kepunahan keanekaragaman hayati diduga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:

2.6.1.1  Perusakan Habitat

Habitat didefinisikan sebagai daerah tempat tinggal organisme. Kekurangan habitat diyakini manjadi penyebab utama kepunahan organisme. Jika habitat rusak maka organisme tidak memiliki tempat yang cocok untuk hidupnya. Kerusakan habitat dapat diakibatkan karena ekosistem diubah fungsinya oleh manusia, misalnya hutan ditebang dijadikan lahan pertanian, pemukiman dan akhirnya tumbuh menjadi perkotaan. Kegiatan manusia tersebut mengakibatkan menurunnya keanekaragaman ekosistem, jenis, dan gen.
Selain akibat aktifitas manusia, kerusakan habitat juga dapat diakibatkan oleh bencana alam misalnya kebakaran, gunung meletus, dan banjir.
Perusakan terumbu karang di laut juga dapat menurunkan keanekaragaman ayati laut. Ikan-ikan serta biota laut yang hidup bersembunyi di dalam terumbu karangtidak dapat lagi hidup dengan terntram, beberapa di antaranya tidak dapat menetaskan telurnya karena terumbu karang yang rusak. Menurunnya populasi ikan akan merugikan nelayan dan mengakibatkan harga ikan meningkat. Kehidupan para nelayan menjadi terganggu.

2.6.1.2  Penggunaan Pestisida

Yang termasuk pestisida misalnya insektisida, herbisida, dan fungisida. Pestisida yang sebenarnya hanya untuk membunuh organisme penggangu (hama), pada kenyataannya menyebar ke lingkungan dan meracuni mikroba, jamur, hewan, dan tumbuhan lainnya.

2.6.1.3  Pencemaran

Bahan pencemar juga dapat membunuh mikroba, jamur, hewan dan tumbuhan penting. Bahan pencemar dapat berasal dari limbah pabrik dan limbah rumah tangga.

2.6.1.4  Perubahan Tipe Tumbuhan

Tumbuhan merupakan produser di dalam ekosistem. Perubahan tipe tumbuhan misalnya perubahan dari hutan hujan tropik menjadi hutan produksi dapat mengakibatkan hilangnya tumbuh-tumbuhan liar penting. Hilangnya jenis-jenis tumbuhan tertentu dapat menyebabkan hilangnya hewan-hewan yang hidup bergantung pada tumbuhan tersebut.

2.6.1.5  Masuknya Jenis Tumbuhan dan Hewan Liar

Tumbuhan atau hewan liar yang masuk ke ekosistem dapat berkompetisi bahkan membunuh tumbuhan dan hewan asli.

2.6.1.6  Penebangan

Penebangan hutan tidak hanya menghilangkan pohon yang sengaja ditebang, tetapi juga merusak pohon-pohon lain yang ada di sekelilingnya. Kerusakan berbagai tumbuh-tumbuhan karena penebangan akan mengakibatkan hilangnya hewan. Jadi, penebangan akan menurunkan plasma nutfah.

2.6.1.7  Seleksi

Secara tidak sengaja perilaku kita mempercepat kepunahan oraganisme. Sebagai contoh, kita sering hanya menanam tanaman yang kita anggap unggul misalnya mangga gadung, mangga manalagi, jambu bangkok. Sebaliknya kita menghilangkan tanaman yang kita anggap kurang unggul, misalnya mangga golek, nangka celeng.
Menurunnya keanekaragaman hayati menimbulkan masalah lingkungan yang akhirnya merugikan manusia. Misalnya, penebangan hutan mengakibatkan banjir. Hewan-hewan yang hidup di dalam hutan misalnya babi hutan, gajah, kera, menyerang lahan pertanian penduduk karena habitat mereka semakin sempit, dan makanan mereka semakin berkurang.
Menurunnya populasi serangga pemangsa (predator) karena disemprot dengan insektisida mengakibatkan terjadinya ledakan populasi serangga yang dimangsa. Jika serangga ini memakan tanaman pertanian, maka ledakan serangga tersebut sangat merugikan petani.

2.6.2        Aktifitas Manusia yang Meningkatkan Keanekaragaman Hayati

Tidak semua aktifitas manusia berakibat menurunkan keanekaragaman hayati. Ada juga aktivitas yang justru meningkatkan keanekaragaman hayati.

2.6.2.1  Penghijauan

Kegiatan penghijauan meningkatkan keanekaragaman hayati. Kegiatan penghijauan tidak hanya menanam tetapi yang lebih penting adalah merawat tanaman setelah ditanam.

2.6.2.2  Pembuatan Taman Kota

Pembuatan taman-taman kota selain meningkatkan kandungan oksigen, menurunkan suhu lingkungan, mamberi keindahan, juga meningkatkan keanekaragaman hayati.

2.6.2.3  Pemuliaan

Pemuliaan adalah usaha membuat varietas unggul dengan cara melakukan perkawinan silang. Usaha pemuliaan akan menghasilkan varian baru. Oleh sebab itu pemuliaan hewan dan tumbuhan dapat berfungsi meningkatkan keanekaragaman gen.

2.6.3        Aktifitas Manusia untuk Melestarikan Keanekaragaman Hayati

Hewan atau tumbuhan langka dan rawan punah dapat dilestarikan dengan pembiakan secara in situ dan ex situ.
a).         Pembiakan secara in situ adalah pembiakan di dalam habitat aslinya. Misalnya mendirikan Cagar Alam Ujung Kulon, Taman Nasional Komodo.
b).         Pembiakan secara ex situ adalah pembiakan di luar habitat aslinya, namun suasana lingkungan dibuat mirip dengan aslinya. Misal penangkaran hewan di kebun binatang (harimau, gajah, burung jalak bali).













BAB III

KESIMPULAN

Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam. Keanekaragaman makhluk hidup tersebut, disebut dengan sebutan keanekaragaman hayati atau biodiversitas. Setiap sistem lingkungan memiliki keanekaragaman hayati yang berbeda. Keanekaragaman hayati ditunjukkan oleh adanya berbagai variasi bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat dari makhluk hidup lainnya.
Indonesia terletak di daerah tropik yang memiliki keanekaragaman hayati  yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik dan kutub.
Keanekaragaman hayati disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Terdapat interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan dalam mempengaruhi sifat makhluk hidup.
Kegiatan manusia dapat menurunkan keanekaragaman hayati, baik keanekaragaman gen, jenis maupun keanekaragaman lingkungan. Namun di samping itu, kegiatan manusia juga dapat meningkatkan keanekaragaman hayati misalnya penghijauan, pembuatan taman kota, dan pemuliaan.
Pelestarian keanekaragaman hayati dapat dilakukan secara in situ dan ex situ.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar