yopie saiba
HUTAN HUJAN TROPIS
A. PENDAHULUAN
Hutan hujan tropis adalah hutan yang memiliki keanekaragaman tumbuhan
yang sangat tinggi, atau hutan dengan pohon-pohon yang tinggi, iklim yang
lembab, dan curah hujan yang tinggi (Zaenuddin, 2008).
Patandianan (1996) mengatakan bahwa sifat tanah hutan hujan tropis adalah
miskin hara sehingga tidak mampu mendukung produktivitas tumbuhan yang sangat
tinggi. Menurut Resosoedarmo et al., (1986) produktivitas yang sangat tinggi
pada kawasan ini terjadi karena ekosistem hutan hujan tropis memiliki sistem
daur hara yang sangat ketat, tahan kebocoran, dan berlangsung cepat.
Pada hutan hujan tropis di wilayah Situ Lembang, terutama dalam kanopi
pohon, terdapat berbagai kehidupan hewan serangga yang jumlahnya tak terhitung
dan kadang-kadang memiliki warna yang indah sekali. Selain itu banyak juga
terdapat katak pohon, kadal, ular, burung, tupai, monyet, dsb. Sebagian besar
hidup hewan-hewan tersebut di atas pohon dan sangat jarang turun untuk
menyentuh tanah selama hidupnya. Tumbuhan penyusun dari hutan hujan ini dapat
berganti daun-daunya setiap tahunnya secara individual. Namun demikian tidak
terdapat perubahan musiman yang teratur dan tidak juga berpengaruh terhadap
seluruh vegetasi yang ada. Sepanjang tahun terjadi pembungaan dan pembentukkan
buah, meskipun ada kecenderungan setiap tumbuhannya memiliki musim pembuahan
pada waktu-waktu tertentu dan tidak sama untuk masing- masing jenis tumbuhan.
Proses demikian disebut dengan gejalacauliflory (berbunga dan berbuah pada
batang atau dahan-dahan yang telah tua dan tidak berdaun lagi). Proses dan
siklus yang demikian itu merupakan gejala yang sangat umum dalam wilayah hutan
hujan tropis (Ardiananda, 2008).
BAB
II
TIJAUAN
PUSTAKA
2.1 .Struktur
hutan basa dataran rendah sampai tingkat tertentu merupakan akibat struktur
vegetasi yang sagat rumit .pohon-pohon tinggi sebagai kerangka dan suatu
lingkungan yang di dalamnya tumbuh pohon-pohon yang lebih kecil dan
tumbuh-tumbuhan lainnya.Richards (1952) memberikan suatu klasifikasi yang berguna
megenai tumbuh-tumbuhan hutan basa dataran rendah yang selalu hijau.
Tumbuhan
autotrof (mempunyai klorofil)
1.
tumbuhan yang secara mekanis tidak bergantung pada tumbuhan lain
a) pohon-pohon dan pohon-pohon kecil
b) terna
2.
Tumbuhan yang secara mekanis yang bergantung pada tumbuhan lain
a) pemanjat
b) penjekik
c) epifit
Tumbuhan
heterotrof (tanpa klorofil)
1. saprofit
2. parasit.
2.2
.stratifikasi
Tajuk hutan basa tropis sering di
anggap berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat (Richards
1952) menjadi tiga lapisan atau lebih:yang menjulang tinggi dan tajuk utama,pohon-pohon pada tingkat yang
lebih rendah ,pohon-pohon kecil berkayu
dan terna lantai hutan serta semai.konsep ini merupakan sumber bertentangn yang
hebat pada ahli-ahli ekologi (whitmore 1984a; Jacobs 1988),karma konsep ini
tidak memperhatikan sifat dinamis tajuk hutan hujan basa dengan petak-petak
yang berbeda pada berbagai tahap dalam daur pertumbuhan hutan.lapisan-lapisan
itukadang-kadang mudah di kenal di dalam hutan dan di agram profil
(tetapi lebih sering tidak),namun konsep stratifikasi ada pula
manfaatnya,khususnya kita memperhatikan pengunaan hutan oleh binatang (mackimon
1978).
PEMBAHASAN
A.Kondisi Umum Hutan Hujan Tropis.
Secara geografis daerah hutan hujan
tropis mencakup wilayah yang terletak di
antara titik balik rasi bintang Cancer dan rasi bintang Capricornus, yaitu
suatu
wilayah yang terletak di antara 23027’ LU dan
23027’ LS (Weidelt, 1995). Menurut Ewusie (198 wilayah hutan hujan tropis
mencakup ± 30 % dari luas permukaan bumi dan terdapat mulai dari Amerika
Selatan, bagian tengah dari benua Afrika, sebagian anak benua India, sebagian
besar wilayah Asia Selatan dan wilayah Asia Tenggra, gugusan kepulauan di
samudra Pasifik, dan sebagian kecil wilayah Australia.
Pada umumnya wilayah hutan hujan tropis dicirikan
oleh adanya 2 musim dengan perbedaan yang jelas, yaitu musim penghujan dan
musim kemarau. Ciri lainnya adalah suhu dan kelembapan udara yang tinngi,
demikian juga dengan curah hujan, sedangkan hari hujan merata sepanjang tahun
(Walter, 1981).
B.Ciri-ciri
Umum Hutan Hujan Tropis
1. Lokasi:
hutan hujan berada di daerah tropis
2. Curah
hujan: hutan hujan memperoleh curah hujan sebesar paling tidak 80 inci setiap tahunnya
3. Kanopi:
hutan hujan memiliki kanopi, yaitu lapisan-lapisan cabang pohon beserta daunnya yang terbentuk oleh rapatnya
pohon-pohon hutan hujan
4. Keanekaragaman biota: hutan hujan memiliki tingkan keragaman biota yang
tinggi (biodiversity).
Biodiversity adalah sebutan untuk seluruh benda hidup -- seperti tumbuhan,
hewan, dan jamur -- yang ditemukan di suatu ekosistem. Para peneliti percaya
bahwa sekitar separuh dari tumbuhan dan hewan yang ditemukan di muka bumi hidup
di hutan hujan.
5. Hubungan simbiotik antar spesies: spesies di
hutan hujan seringkali bekerja bersama. Hubungan simbiotik adalah hubungan
dimana dua spesies berbeda saling menguntungkan dengan saling membantu. Contohnya,
beberapa tumbuhan membuat struktur tempat tinggal kecil dan gula untuk semut. Sebagai
balasannya, semut menjaga tumbuhan dari serangga-serangga lain yang mungkin
ingin memakan daun dari tumbuhan tersebut
6. Ciri-ciri : Iklim selalu basah. curah hujan
tinggi. dan merata, tanah kering sampai lembab dan bermacam-macam jenis tanah.
Mayoritas hidup tumbuhan berkayu (perpohonan. liana). tumbuhan berbatang kurus
(tidak banyak cabang. kulit tipis). Terdapat di pedalaman. pada tanah rendah sampai berbukit (1000 mdpl)
sampai pada dataran tinggi (s/d 4000 mdpi). Dapat dibedakan menjadi 3 zone menurut
ketinggiannya : Hutan Hujan Bawah (2 - 1000 mdpl). Hutan Hujan Tengah (1000 - 3000 mdpl), Hutan Hujan
Atas (3000 - 4000 mdpl). Terdapat terutama di Sumatera. Kalimantan, Sulawesi,
Maluku dan Irian.
C. Jenis tumbuhan yang hidup di daeran hutan hujan
tropis antara lain : Pohon jelutung
dapat disadap sepanjang tahun, produksi getah per pohon tergantung pada ukuran
pohon dan cara penyadapannya. Sedangkan mutu getah jelutung tergantung pada
jenis pohon jelutung yang disadap serta perlakuan dan teknik penanganan
pascapanen yang diterapkan. Mutu getah jelutung terbaik dihasilkan dari Dyera
costulata (Jelutung oukit). Getah
jelutung bermutu tinggi bila memiliki kandungan karet (perca) yang tinggi dan
resin (harsa) yang rendah. Dyera Costulata menghasilkan getah sekitar 2,5 kg
lebih banyak dari Dyera laxiflora yang hanya menghasilkan 0,5 kg getah. Di
Kalimantan dari satu pohon pantung rata-rata dapat menghasilkan pantung seberat
pikul atau rata-rata produksi getah jelutung sebanyak 50
kg/pohon/tahun. Kayu jelutung bersifat lunak dan berwarna putih dengan tekstur permukaan agak rata, halus dan licin sehingga bisa digunakan sebagai bahan pola sepatu, sebagai bahan baku pembuatan batang pensil dan sebagai bahan pembuatan papan dan peti. Vinir kayu jelutung mudah dibuat dan mudah direkat. Kayu jelutung mudah digergaji dalam keadaan kering dan mudah dikerjakan seperti diserut, dibor, dipaku, disekrup dan diberi finishing seperti cat, divernis dan dipelitur. Semua bagian kayu segar sangat rentan terhadap serangan jamur blue-stain, pengupasan kulit tanpa dibarengi pembubuhan fungisida akan mempermudah serangan blue-stain. Karena pohon jelutung termasuk jenis pohon dwiguna, maka sangat baik untuk dikembangkan di kawasan penyangga (buffer zone) sebagai tanaman konservasi dan sumber penambah penghasilan bagi masyarakat setempat. Upaya pengembangan tanaman jelutung di kawasan penyangga perlu dibarengi dengan penyuluhan tentang teknik penyadapan, pengolahan dan standar mutu komoditi jelutung, sehingga masyarakat setempat dapat menikmati nilai tambah dari pengolahan getah jelutung.
kg/pohon/tahun. Kayu jelutung bersifat lunak dan berwarna putih dengan tekstur permukaan agak rata, halus dan licin sehingga bisa digunakan sebagai bahan pola sepatu, sebagai bahan baku pembuatan batang pensil dan sebagai bahan pembuatan papan dan peti. Vinir kayu jelutung mudah dibuat dan mudah direkat. Kayu jelutung mudah digergaji dalam keadaan kering dan mudah dikerjakan seperti diserut, dibor, dipaku, disekrup dan diberi finishing seperti cat, divernis dan dipelitur. Semua bagian kayu segar sangat rentan terhadap serangan jamur blue-stain, pengupasan kulit tanpa dibarengi pembubuhan fungisida akan mempermudah serangan blue-stain. Karena pohon jelutung termasuk jenis pohon dwiguna, maka sangat baik untuk dikembangkan di kawasan penyangga (buffer zone) sebagai tanaman konservasi dan sumber penambah penghasilan bagi masyarakat setempat. Upaya pengembangan tanaman jelutung di kawasan penyangga perlu dibarengi dengan penyuluhan tentang teknik penyadapan, pengolahan dan standar mutu komoditi jelutung, sehingga masyarakat setempat dapat menikmati nilai tambah dari pengolahan getah jelutung.
ENCEKIK
Secara umum strangler dikatakan sebagai tanaman
hemi-epifit atau semi- epifit. Jenis tumbuh-tumbuhan ini hidup dengan jalan mengandalkan tumbuhan lain
untuk mencari makanannya. Awalnya epifit tersebut mengecambahkan bijinya tinggi
di atas tanah pada cabang pohon besar. Kecambah tersebut mempunyai dua macam
akar yang melilit cabang. Akar yang berjuntai mirip kabel dan tumbuh terus
mencapai tanah merupakan alat untuk bertahan di tempat. Sebelum akar sampai
tanah, pohon pencekik tumbuh seperti epifit lain yang memperoleh air dan hara
dari kotoran di celah- celah pohon. Setelah akar mencapai tanah, sumber hara
dan air mencukupi kebutuhan hidup pohon tersebut, sehingga akar semakin banyak
berjuntaian munuju tanah dan pohon penopangnya terkurung dalam jaring jaring
akar tersebut dan tercekik. Inang tersebut membusuk dan akhirnya tanaman tersebut
hidup bebas dengan bagian tengahnya berlubang (gerowong).
D. Tumbuhan Penyusun Hutan
Hujan Tropis.
Tumbuhan utama penyusun hutan
hujan tropis yang basah (lembab), biasanya terdiri atas tujuh kelompok utama,
yaitu :
1. Pohon-pohon Hutan
Pohon-pohon ini merupakan komponen struktural
utama, kadang-kadang untuk mudahnya dinamakanatap atautajuk (canopy). Kanopi
ini terdiri dari tiga tingkatan, dan masing-masing tingkatan ditandai dengan
jenis pohon yang berbeda. Tingkatan
A merupakan tingakatan tumbuhan yang menjulang tinggi, dengan ketinggian lebih
dari 30 meter. Pohon-pohonnya dicirikan dengan jarak antar pohon yang agak
berjauhan dan jarang merupakan suatu lapisan kanopi yang bersambung. Tingkatan
B merupakan tumbuhan dengan ketinggian antara 15-30 meter.
Kanopi pada
tingkatan ini merupakan tajuk-tajuk pohon yang bersifat kontinu (bersambung)
dan membentuk sebuah massa yang dapat disebut sebagai sebuahatap (kanopi).
Sedangkan tingkatan C merupakan tumbuhan dengan ketinggian antara 5-15 meter.
Tingkatan ini dicirikan dengan bentuk pohon yang kecil dan langsing, serta
memiliki tajuk yang sempit meruncing. Tingkatan-tingkatan kanopi hutan hujan
tropis sebenarnya sukar sekali dtentukan secara pasti. Hal ini disebabkan oleh
ketinggian pohon yang tidak seragam seperti telah disebutkan dalam pembagian
tingkatan di atas. Pengamatan tingkatan kanopi di atas hanyalah bersifatcaus al
saja.
Daun-daun pohon biasanya berukuran sedang,
memiliki luas antara 2.000-18.000 mm2. Daun-daun itu biasanya tunggal dan kaku
seperti belulang, berwarna hijau tua dengan permukaan yang mengkilap. Jadi
daun-daun itu tergolong dalam daunLaur us atau tipe sklerofil besar. Kebanyakan
daun-daun itu terbentang memanjang, bangun lanset sampai bangun jorong,
kadang-kadang dengan ujung memanjang seperti ekor yang disebut ujung penetes.
Kebanyakan hutan hujan tropis memiliki perdaunan meluas dan kontinu mulai
dariter na di tanah sampai ke puncak pohon-pohon yang paling dominan. Perdaunan
ini bahkan dapat menutup batang-batang pohon dominan yang besar, hingga
tertutup sama sekali.
Pemandangan lainnya adalah tajuk pohon yang
sedemikian rapatnya, menyebabkan sinar matahari sukar tembus hingga ke dasar
tanah. Dampaknya adalah hanya sedikit saja perkembangan vegetasi bawah
(undergrowth) dan tumbuhan penutup tanah, sehingga batang-batang pokok
pohon-pohon tampak menonjol dalam keremangan cahaya sebagai tiang-tiang
raksasa.
2. Terna
Pada bagian hutan yang kanopinya tidak begitu
rapat, memungkinkan sinar matahari dapat tembus hingga ke lantai hutan. Pada
bagian ini banyak tumbuh dan berkembang vegetasi tanah yang berwarna hijau yang
tidak bergantung pada bantuan dari luar. Tumbuhan yang demikian hidup dalah
iklim yang lembab dan cenderung bersifat terna seperti paku-pakuan dan paku
lumut (Selagenella spp.) dengan bagian dindingnya sebagian besar terdiri dari
tumbuhan berkayu. Terna dapat membentuk lapisan tersendiri, yaitu lapisan
semak-semak (D), terdiri dari tumbuhan berkayu agak tinggi. Lapisan kedua yaitu semai-semai pohon (E)
yang dapat mencapai ketinggian 2 meter.
Lapisan semak-semak sering mencakup beberapa terna
besar sepertiScitamineae (pisang, jahe, dll.) yang tingginya dapat melebihi 5
meter. Meskipun kondisi iklim mikronya panas dan lembab, namun perkembangan
terna dalam wilayah hutan hujan tropis kurang baik. Hal ini disebabkan
kurangnya pencahayaan matahari untuk membantu proses fotosintesisnya.
Persebaran terna yang baik terdapat pada wilayah terbuka dengan air yang cukup
melimpah atau pada tebing-tebing terjal, dimana sinar matahari leluasa mencapai
lantai hutan.
3.
Tumbuhan Pemanjat
Tumbuhan
ini bergantung dan menunjang pada tumbuhan utama dan memberikan hiasan utama pada hutan hujan tropis.
Tumbuhan pemanjat ini lebih dikenal dengan sebutanLiana. Tumbuhan ini dapat tumbuh baik, besar dan banyak,
sehingga mampu memberikan salah satu sifat yang paling mengesankan dari hutan
hujan tropis. Tumbuhan ini dapat berbentuk tipis seperti kawat atau berbentuk
besar sebesar paha orang dewasa. Tumbuhan ini seperti menghilang di dalam
kerimbunan dedaunan atau bergantungan dalam bentuk simpul-simpul tali raksasa
(ingat dalam film Tarzan, the Adventure). Sering pula tumbuhan ini tumbuh di
percabangan pohon-pohon besar. Beberapa
diantaranya dapat mencapai panjang sampai 200 meter.
4. Epifita
Tumbuhan ini tumbuh melekat pada batang, cabang
atau pada daun-daun pohon, semak, dan liana. Tumbuhan ini hidup diakibatkan
oleh kebutuhan akan cahaya matahari yang cukup tinggi. Beberapa dari tipe ini
hidup di atas tanah pada pohon- pohon yang telah mati. Tumbuhan ini pada
umumnya tidak menimbulkan pengaruh buruk terhadap inang yang menunjangnya. Tumbuhan ini pun hanya memainkan peran
yang kurang berarti dalam ekonomi hutan. Namun demikian, epfita memainkan
peranan penting dalam ekosistem sebagai habitat bagi hewan. Epifit pun
memainkan peranan penting dan sangat menarik untuk menunjukkan adaptasi
struktural terhadap habitatnya. Jumlah jenisnya lebih beraneka ragam, biasanya
melibatkan kekayaan jenis-jenis tumbuhan spora, baik dari golongan yang rendah
maupun paku-pakuan dan tumbuhan berbunga termasuk diantaranya semak-semak.
Kehadiran epifit dalam ukuran yang luas lagi digunakan untuk membedakan antara
hutan hujan tropis dengan komunitas hutan di daerah iklim sedang. Epifit hidup
dengan mengumpulkan pengganti tanah berupa sisa tumbuhan yang telah mati. Sisa-sisa
tumbuhan yang telah mati itu biasanya dikumpulkan oleh semut yang menghuni
sistem perakaran tumbuhan dan berfungsi sebagai pot bunga bagi epifit.
Kebutuhan air bagi epfit dikumpulkan dari udara hutan hujan tropis yang sangat
lembab dengan sistem perakaran berbentuk jaringanvelamen yang bersifat sepon. Epifit juga harus mampu menyimpan air yang
telah diperolehnya. Sebagai konsekuensinya, epifit sering bersifatxer om or fik
atau memiliki tempat penyimpanan air yang khusus atau jaringan-jaringan
penyimpan air.
Epifit
dalam hutan hujan tropis dapat dibedakan dalam tiga tipe utama sesuai dengan mikrohabitatnya yang berbeda-beda. Tipe
pertama adalah epifit yang bersifateks tr im xerofil. Epifit ini hidup pada bagian paling
ujung cabang-cabang dan ranting-ranting pohon
yang besar sebagai inangnya, misalnya pada sukuBr om eliacea e dan juga dari jenisCactus. Tipe yang kedua adalah
epfita matahari. Epifit ini biasanya bersifat xeromorfik dan terutama terdapat pada pagian
tengah tajuk inangnya. Epifit ini pun
hidup di
sepanjang dahan-dahan pohon besar penyusun tiga tingkat teratas. Epifit ini
biasanya merupakan epifit terkaya diantaras inus ia eofitik baik dari segi
jenis maupun populasinya. Tipe yang ketiga adalah tipe epiftnaungan. Epifit ini
dapat ditemui pada batang dan dahan-dahan pohon lapisan C, atau pada batang
liana yang besar. Sinusia epifit naungan terutama terdiri dari tumbuhan paku
yang tidak menunjukkan tanda- tanda xeromorfik. Pola pemencaran dan regenerasi epifita dapat dengan spora yang diterbangkan
oleh angin, biji, dan buah. Pemencaran biji dan buah epifita ini biasanya
dilakukan oleh hewan. Contoh yang menarik dari jenis epifita yang banyak
dikembangkan oleh manusia adalah dari epifita anggrek.
5. Pencekik Pohon
Tumbuhan pencekik memulai kehidupannya sebagai
epifita, tetapi kemudian akar- akarnya menancap ke tanah dan tidak menggantung
lagi pada inangnya. Tumbuhan ini sering membunuh pohon yang semula membantu
menjadi inangnya. Tumbuhan pencekik yang paling banyak dikenal dan melimpah
jumlahnya, baik dari segi jenis ataupun populasinya, adalahFircus spp. yang
memainkan peranan penting baik dalam ekonomi maupun fisiognomi hutan hujan
tropis. Biji-biji dari tumbuhan pencekik ini berkecambah diantara dahan-dahan
pohon besar yang tinggi atau semak yang merupakan inangnya. Pada stadium ini
tumbuhan pencekik masih berupa epifit, namun akar-akarnya bercabang-cabang dan
menujam ke bawah melalui batang- batang inangnya hingga mencapai tanah.
Kemudian batang-batang pohon itu tertutup dan terjalin oleh akar-akar tumbuhan
pencekik dengan sangat kuat. Setelah beberapa waktu tertentu inang pohon pun
akan mati dan membusuk meninggalkan pencekiknya. Sementara itu tajuk tumbuhan
pencekik menjadi besar dan lebat.
6. Saprofita
Tipe tumbuhan ini mendapatkan zat haranya dari
bahan organik yang telah mati bersama-sama denganparasit-parasit. Tumbuhan ini
merupakan komponen heterotrof yang tidak berwarna hijau di hutan hujan tropis.
Jenis tumbuhan ini terdiri atascendawan ataujamur (fungi), danbakteri. Tumbuhan
ini dapat membantu terjadinya penguraian organik, terutama yang hidup di dekat
permukaan lantai hutan. Namun beberapa jenis anggrek tertentu, suku
Burmanniaceae dan Gentianaceae, jenis-jenis Triuridaceae dan Balanophoraceae
yang sedikit mengandung klorofil dapat hidup dengan cara saprofit yang sama.
Tumbuhan ini banyak ditemukan pada lantai hutan yang memiliki rontokkan daun-
daun yang cukup tebal dan terjadi pembusukkan yang nyata. Tumpukan dedaunan
tersebut dapat dijumpai pada rongga-rongga atau sudut-sudut diantara akar-akar
banir pohon-pohon.
7. Parasit
Jenis tumbuhan ini biasanya mengambil unsur hara
dari pohon inangnya untuk kelangsungan hidupnya. Tumbuhan ini hidupnya hanya
untuk merugikan tumbuhan inangnya. Tumbuhan ini dapat berupa cendawan dan
bakteria yang digolongkan dalam 2 sinusia penting. Pertama adalah parasit akar
yang tumbuh di atas tanah dan yang kedua adalah setengah parasit (hemiparasit)
yang tumbuh seperti epifita di atas pohon. Parasit akar jumlahnya sangat
sedikit dan tidak seberapa penting artinya, namun bila dikaji secara mendalam
akan sangat menarik sekali. Hemiparasit yang bersifat seperti epifit jenisnya
sangat banyak sekali dan jumlahnyanya pun melimpah ruah serta banyak dijumpai
di seluruh hutan hujan tropis. Kebanyakan hemiparasit adalah dari suku benalu
(Loranthaceae).
.
Produktivitas Ekosistem Dunia dan Kaitannya dengan Hutan Hujan Tropis.Jumlah total energi yang terbentuk
melalui proses fotosintesis perunit area perunit waktu di sebut produktivitas primer
kotor, namun demikian tidak semua energi yang dihasilkan melalui fotosintesis
ini diubah menjadi biomassa, tetapi sebagian dibebaskan lagi melalui proses
respirasi. Produktivitas primer bersih dengan demikian adalah hasil
fotosintesis dikurangi dengan respirasi (Barbouret al., 1987). Jika Tabel 1 diperhatikan dengan seksama maka
dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain produktivitas primer bersih hutan
hujan tropis adalah yang tertinggi di banding wilayah lain, yang mencapai
1000-3500 g/m2/tahun, disusul oleh hutan musim tropis yang mencapai 1000-2500
g/m2/tahun. Daerah daratan yang memiliki produktivitas terendah adalah gurun
dan semak-gurun yang hanya berkisar 10-250 g/m2/tahun.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produktivitas Hutan Hujan Tropis. Produktivitas merupakan parameter ekologi
yang sangat penting. Produktivitas ekosistem adalah suatu indeks yang
mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan interaksi yang
berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika produktivitas pada suatu
ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal ini
menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika terjadi perubahan yang
dramatis, maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau
terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme-organisme
yang menyusun ekosistem (Jordan, 1985).
Produktivitas khususnya di wilayah tropis
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah:
a. Suhu dan Cahaya Matahari
Suhu udara di daerah dataran rendah hutan hujan
tropis tidak pernah turun sampai pada titik beku. Sebagian besar suhu pada
wilayah ini berkisar antara 20- 280 C (Walter, 1981). Radiasi global bervariasi
berdasarkan keadaan atmosfer, lintang, dan ketinggian (Whittaker, 1973). Suhu
Udara di daerah hutan hujan tropis tidak pernah turun sampai sampai mencapai
titik beku (00 C) namun pada daerah yang sangat tinggi dimana kadang-kadang
tapi sangat jarang suhu turun hampir mencapai titk beku (Warsito, 1999). Suhu rata-rata
pada sebagian besar daerah adalah 270C, dan kisaran suhu bulanan berkisar
24-280C, yang dengan demikian kisaran suhu musiman ini jauh lebih kecil
dibanding kisaran suhu siang dan malam (diurnal) yang dapat mencapai 100. Suhu
maksimum jarang mencapai 380C juga jarang jatuh sampai di bawah 200C
(Mabberly,1983).
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka
produktivitas akan meningkat dari wilayah kutup ke wilayah ekuator (Barbour et
al, 1987), namun untuk daerah hutan hujan tropis suhu bukanlah faktor dominan
yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh (Walter, 1981).
Wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak
sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan wilayah
iklim sedang. Hal ini disebabkan oleh 3 faktor: (1) Kemiringan poros bumi
menyebabkan wilayah tropika menerima lebih banyak sinar matahari dibanding pada
atmosfer luarnya dibanding dengan wilayah iklim sedang. (2) Lewatnya sinar
matahari pada atmosfer yang lebih tipis (karena sudut yang lebih tegak lurus di
daerah tropika), mengurangi jumlah sinaran yang diserap oleh atmosfer. Di
wilayah hutan hujan tropis, 56% sampai dengan 59 % sinar matahari pada batas
atmosfer dapat sampai di permukaan tanah. (3) Masa tumbuh, yang terbatas oleh
keadaan suhu adalah lebih panjang di daerah hutan hujan tropis (kecuali di
tempat-tempat yang sangat tinggi) (Sanches, 1992).
Jordan (1995) menjelaskan bahwa adanya suhu yang
tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi
tumbuh-tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya akan meningkatkan
produktivitas. Berdasarkan sinar matahari dan lamanya masa tumbuh De Witt dalam
Sanches (1992) menaksir hasil tanaman pangan yang mungkin, berdasarkan jalur
lintang. Perhitunganya menunjukkan bahwa daerah hutan hujan tropis
berkemungkinan memberikan hasil lebih besar per tahun dibanding daerah iklim
sedang, dengan mengandaikan tidaknya faktor pembatas. Pada daerah lintang
tropika kemampuan panen tahunan rata-rata adalah sebesar 60 ton/ha hasil kering
keseluruhan. Kira- kira setengah dari jumlah itu dianggap sebagai hasil panen
yang menguntungkan dari segi ekonomi.
b. Curah Hujan
Di daerah hutan hujan tropis jumlah curah hujan
per tahun berkisar antara 1600 sampai dengan 4000 mm (Warsito, 1999) dengan
sebaran bulan basah 9,5-12 bulan basah (Sanches, 1992). Kondisi ini menjadi
wilayah ini memiliki curah hujan yang merata hampir sepanjang tahun yang akan
sangat mendukung produktivitas yang tinggi.
Hujan selain berfungsi sebagai sumber air juga
berfungsi sebagai sumber hara. Whitmore (1986) mengatakan bahwa banyak nitrogen
yang terfiksasi selama terjadi badai dan turun ke bumi bersama dengan hujan.
Hara lain yang banyak masuk ke dalam ekosistem melalui curah hujan menurut
Kenworty dalam Whitmore (1986) adalah K,
Ca, dan Mg.
Walaupun
memberi dampak positif bagi produktivitas vegetasi menurut Resosoedarmo et al.,
(1986) curah hujan yang tinggi akan menyebabkan tanah- tanah yang tidak
tertutupi oleh vegetasi rentan sekali terhadap pencucian yang akan mengurangi
kesuburan tanah dengan cepat. Barbour et al, (1987) mengatakan bahwa sebagai
salah satu faktor siklus hara dalam sistem, pencucian adalah penyebab utama
hilangnya hara dari suatu ekosistem. Hara yang mudah sekali tercuci terutama
adalah Ca dan K.
c. Interaksi Antara Suhu dan Curah Hujan.
Produktivitas yang tinggi dan kontinyu sepanjang
tahun tidak akan berlangsung jika hanya didukung oleh suhu yang tinggi. Banyak
wilayah lain di dunia yang memiliki suhu yang jauh lebih tinggi di banding
wilayah hutan hujan tropis, tetapi memiliki produktivitas yang rendah
(Woodweell, 1967).
Interaksi antara suhu yang tinggi dan curah hujan
yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembapan
yang sangat ideal bagi vegetasi hutan hujan tropis untuk meningkatkan
produktivitas. Warsito (1999) menjelaskan bahwa kelembapan atmosfer merupakan
fungsi dari lamanya hari hujan, terdapatnya air yang tergenag, dan suhu. Sumber
utama air dalam atmosfer adalah hasil dari penguapan dari sungai, air laut, dan
genangan air tanah lainnya serta transpirasi dari tumbuhan. Menurut Jordan
(1995) tingginya kelembapan pada gilirannya akan meningkatkan laju aktivitas
mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi oleh proses ini
adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat. Pelapukan terjadi ketika
hidrogen dalam larutan tanah bereaksi dengan mineral-mineral dalam tanah atau
lapisan batuan, yang mengakibatkan terlepas unsur-unsur hara . Hara-hara ini ada yang dapat dengan segera
diserap oleh tumbuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar