yopie saiba
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di lingkungan sekitar kita, kita dapat menemui berbagai jenis makhluk
hidup. Berbagai jenis hewan misalnya ayam, kucing, serangga, dan sebagainya,
dan berbagai jenis tumbuhan misalnya mangga, rerumputan, jambu, pisang, dan
masih banyak lagi jenis tumbuhan di sekitar kita. Masing-masing makhluk hidup
memiliki ciri tersendiri sehingga terbentuklah keanekaragaman makhluk hidup
yang disebut dengan keanekaragaman hayati atau biodiversitas.
Di berbagai lingkungan, kita dapat menjumpai
keanekaragaman makhluk hidup yang berbeda-beda. Keanekaragaman itu meliputi
berbagai variasi bentuk, warna, dan sifat-sifat lain dari makhluk hidup.
Sedangkan di dalam spesies yang sama terdapat keseragaman. Setiap lingkungan
memiliki keanekaragaman hayati masing-masing.
Indonesia adalah negara yang termasuk memiliki tingkat keanekaragaman
yang tinggi. Taksiran jumlah utama spesies sebagai berikut. Hewan menyusui
sekitar 300 spesies, burung 7.500 spesies, reptil 2.000 spesies, tumbuhan biji
25.000 spesies, tumbuhan paku-pakuan 1.250 spesies, lumut 7.500 spesies,
ganggang 7.800, jamur 72.000 spesies, serta bakteri dan ganggang hijau biru 300
spesies. Dari data yang telah disebutkan, itu membuktikan bahwa tingkat
biodiversitas di Indonesia sangatlah tinggi.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan kami
menyusun makalah ini antara lain:
1.2.1.
Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran biologi.
1.2.2.
Menambah wawasan masyarakat akan keanekaragaman hayati dan manfaatnya bagi
kelangsungan hidup manusia.
1.3 Metode Penelitian
Metode
penelitian yang kami gunakan untuk mencari sumber-sumber untuk pembuatan
makalah ini adalah dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku.
1.4 Sistematika
1.4.1.
Keanekaragaman hayati di Indonesia
1.4.2.
Keanekaragaman hayati dunia
1.4.3.
Manfaat keanekaragaman hayati bagi kelangsungan hidup manusia
1.4.4.
Konservasi (perlindungan) keanekaragaman hayati
1.4.5.
Tingkat keanekaragaman hayati
1.4.6.
Dampak kegiatan manusia terhadap keanekaragaman hayati
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
2.1 Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara yang memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi. Dua negara lainnya adalah Brasil dan Zaire.
Tetapi dibandingkan dengan Brazil dan Zaire, Indonesia memiliki keunikan
tersendiri. Keunikannya adalah di samping memiliki tingkat keanekaragaman
hayati yang tinggi, Indonesia memiliki areal tipe indo-malaya yang luas, juga
tipe oriental, australia, dan peralihannya. Selain itu, di Indonesia terdapat
banyak hewan dan tumbuhan langka, serta spesies endemik.
2.1.1 Memiliki Keanekaragaman Hayati Tinggi
Indonesia terletak di daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan
kutub (iklim kutub). Keanekaragaman tinggi di Indonesia dapat dijumpai di dalam
lingkungan hutan tropik. Jika di hutan iklim sedang dijumpai satu atau dua
jenis pohon, maka di areal yang sama di dalam hutan hujan tropik memiliki
keanekaragaman hayati sekitar 300 kali lebih besar dibandingkan dengan hutan
iklim sedang.
Di dalam hutan hujan tropik terdapat berbagai jenis tumbuhan (flora) dan
fauna yang belum dimanfaatkan, atau masih liar. Di dalam tubuh hewan dan
tumbuhan itu tersimpan sifat-sifat unggul, yang mungkin dapat dimanfaatkan di
masa mendatang. Sifat-sifat unggul itu misalnya tumbuhan yang tahan penyakit,
tahan kekeringan, dan tahan terhadap kadar garam yang tinggi. Ada pula yang
memiliki sifat menghasilkan bahan kimia beracun. Jadi, di dalam dunia hewan dan
tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun belum, terdapat sifat-sifat
unggul yang perlu dilestarikan.
2.1.2 Memiliki Tumbuhan Tipe Indo-Malaya yang Arealnya Luas
Tumbuhan di Indonesia merupakan bagian dari daerah geografi tumbuhan
indo-malaya, seperti yang dinyatakan oleh Ronald D. Good dalam bukunya The Geography of Flowering Plants. Flora
indo-malaya meliputi tumbuhan yang hidup di India, Vietnam, Thailand, Malaysia,
Indonesia, dan Philipina. Flora yang tumbuh di Malaysia, Indonesia, dan
Philipina sering disebut sebagai kelompok flora malenesia.
Mengapa Malaysia, Indonesia, dan Philipina memiliki rumpun tumbuhan bunga
yang sama? Hal ini dipengaruhi oleh sejarah pembentukan daratan (geologi),
kondisi iklim yang serupa (sama-sama beriklim tropis), ketinggian topografi
yang serupa, dan kondisi fisika dan kimia tanah yang serupa pula.
Hutan di
Indonesia dan hutan-hutan di daerah flora malenesia memiliki kurang lebih
248.000 spesies tumbuhan tinggi. Jumlah ini kira-kira setengah dari seluruh
spesies tumbuhan di bumi. Hutan hujan tropik di malenesia didominasi oleh pohon
dari famili Dipterocarpaceae, yaitu pohon-pohon yang menghasilkan biji
bersayap. Biasanya Dipterocarceae merupakan tumbuhan tertinggi. Tumbuhan yang
termasuk famili Dipterocarpaceae misalnya keruing (dipterocarus spp.), meranti (Shorea spp.), kayu garu (Gonystylus bancanus), dan kayu kapur (Dyrobalanops aromatica).
Hutan di Indonesia merupakan bioma hutan hujan tropik, dicirikan dengan
kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat). Tumbuhan
khas seperti durian (Durio
zibethinus), mangga (Mangifera
indica), dan sukun (Artocarpus)
di Indonesia tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.
Tumbuhan-tumbuhan ini juga terdapat di Malaysia dan Philipina. Di Sumatra,
Kalimantan, dan Jawa terdapat tumbuhan endemik Rafflesia arnoldii. Tumbuhan Rafflesia tumbuh di akar atau batang tumbuhan pemanjat
sejenis anggur liar, yaitu Telrastigma.
Di Indonesia bagian timur, tipe hutannya agak berbeda. Mulai dari
Sulawesi sampai Irian Jaya (Papua) terdapat hutan hujan non-Dipterocarpaceae.
Hutan ini kebanyakan menduduki lahan datar. Pohon-pohonnya rendah, hanya
beberapa yang mencapai 30-40 m, Di antaranya adalah Ficus (kerabat beringin) dan matoa (Pometia pumata). Pohon matoa merupakan
tumbuhan endemik di Irian. Namun kini bibit buahnya telah diintroduksi ke
beberapa tempat di Pulau Jawa dan telah berbuah.
Selain hutan-hutan di atas, di Indonesia masih terdapat beberapa tipe
hutan lain misalnya, hutan kerangas yang terdapat di sela-sela hutan hujan.
Disini terdapat pohon yang mencapai 30 m. Hutan monsun tersebar pada ketinggian
0 sampai 800 m di daerah kering seperti Jawa Timur, NTT, Sulawesi Selatan dan
Tenggara serta Irian Jaya (Papua). Di sini pohon dapat mencapai ketinggian 25
m. Di tempat-tempat tersebut terdapat pula hutan savana, yang berupa padang
rumput dengan pepohonan yang terpencar.
2.1.3 Memiliki Hewan Tipe Oriental (Asia), Australia, Serta Perlalihannya
Ketika Alfred Russel
Wallace mengunjungi Indonesia pada tahun 1856, ia menemukan
perbedaan besar fauna di beberapa daerah di Indonesia (waktu itu Hindia
Belanda). Ketika ia mengunjungi Bali dan Lombok, ia menemukan perbedaan hewan
di kedua daerah tersebut. Di Bali, terdapat banyak hewan yang mirip dengan
hewan-hewan yang mirip hewan-hewan Asia (Oriental), sedangkan di Lombok
hewan-hewannya mirip dengan Australia. Oleh sebab itu, kemudian ia membuat
garis pemisah yang memanjang mulai dari Selat Lombok ke Utara melewati Selat
Makasar dan Philipina Selatan. Garis ini disebut Garis Wallace.
Indonesia terbagi menjadi dua zoogeografi yang dibatasi oleh Garis
Wallace. Garis Wallace membelah Selat Makasar menuju ke Selatan hingga ke Selat
Lombok. Jadi, Garis Wallace memisahkan wilayah oriental (termasuk Sumatera,
Jawa, Bali, dan Kalimantan) dengan wilayah Australia (Sulawesi, Irian, Maluku,
Nusa Tenggara Barat dan Timur).
Setelah Wallace, Weber seorang
ahli zoologi Jerman juga mengadakan penelitian tentang penyebaran hewan-hewan
di Indonesia. Weber melihat bahwa hewan-hewan di Sulawesi tidak dapat
sepenuhnya dikelompokkan sebagai hewan-hewan kelompok Australia. Hewan-hewan
tersebut ada yang memiliki sifat-sifat seperti halnya hewan-hewan di daerah
Oriental. Oleh sebab itu, Weber mengatakan bahwa fauna di Sulawesi merupakan
fauna peralihan. Weber kemudian membuat garis pembatas yang berada di sebelah
timur Sulawesi memanjang ke Utara ke Kepulauan Aru. Pulau Sulawesi merupakan
pulau pembatas antara wilayah Oriental dan Australia atau merupakan wilayah
peralihan yang paling mencolok. Sulawesi dihuni oleh sebagian hewan Oriental
dan sebagian hewan Australia. Contohnya di Sulawesi terdapat oposum dari
Australia namun juga terdapat kera macaca
dari Oriental.
2.1.3.1 Fauna Daerah Oriental
Hewan-hewan di bagian barat Indonesia (Oriental) yang meliputi Sumatera,
Jawa dan Kalimantan, serta pulau-pulaunya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1).
Banyak spesies mamalia yang berukuran besar, misalnya gajah, banteng, harimau,
badak. Mamalia berkantung jumlahnya sedikit, bahkan hampir tidak ada.
2).
Terdapat berbagai macam kera. Kalimantan merupakan pulau yang paling kaya kan
jenis-jenis primata. Ada tiga jenis primata, misalnya bekantan, tarsius, loris
hantu, orang utan.
3).
Terdapat hewan endemik, seperti:
·
Badak bercula satu di Ujung Kulon
·
Binturong (Arctictis binturong), hewan sebangsa beruang tapi kecil
·
Monyet Presbytis thomasi
·
Tarsius (Tarsius bancanus)
·
Kukang (Mycticebus coucang)
4).
Burung-burung Oriental memiliki warna yang kurang menarik dibanding
burung-burung di daerah Australia, tetapi dapat berkicau. Burung-burung yang
endemik misalnya jalak bali (Leucopsar
rothschildi), elang
jawa, murai mengkilat (Myophoneus
melurunus), elang putih (Mycrohyerax latifrons), ayam hutan berdada merah (Arborphila hyperithra), ayam
pegar.
2.1.3.2 Fauna Daerah Australia
Jenis-jenis
hewan di Indonesia bagian Timur, yaitu Irian, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara,
relatif sama dengan Australia. Ciri-ciri hewan di Indonesia bagian Timur
adalah:
1).
Mamalia berukuran kecil
2).
Banyak hewan berkantung
3).
Tidak terdapat spesies kera
4).
Jenis-jenis burung memiliki warna yang beragam
Irian Jaya memiliki 110 spesies mamalia, termasuk di dalamnya 13 spesies
mamalia berkantung, misalnya kanguru (Dendrolagus ursinus dan Dendrolagus inustus), kuskus (Spilocus maculatus), bandicot, dan oposum. Di Irian juga
terdapat 27 spesies hewan pengerat (rodentia), dan 17 di antaranya merupakan
spesies endemik. Irian Jaya memiliki koleksi burung terbanyak dibandingkan
dengan pulau-pulau lain di Indonesia, kira-kira ada 320 jenis, dan setengah di
antaranya merupakan spesies endemik. Burung cendrawasih yang terkenal terdapat
di Irian dan beberapa pulau di Maluku.
Di Nusa Tenggara, terutama di pulau Komodo, Padar, dan Rinca terdapat
reptilia terbesar, yaitu komodo. Komodo merupakan reptilia purba yang bertahan
hidup hingga kini.
Sulawesi merupakan daerah peralihan yang mencolok menurut garis Weber.
Hewan-hewan yang terdapat di pulau itu berasal dari oriental dan Australia. Di
Sulawesi terdapat banyak hewan endemik, misalnya primata primitif Tarsius sectrum, musang
sulawesi (Macrogalida
musschenbroecki), babirusa, anoa, maleo, dan beberapa jenis kupu-kupu.
2.1.4 Memiliki Banyak Hewan dan Tumbuhan Langka
Di Indonesia
banyak terdapat hewan dan tumbuhan yang telah langka. Hewan langka misalnya:
·
Babirusa (Babyrousa babyrussa)
·
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
·
Harimau jawa (Panthera tigris sondanicus)
·
Macan kumbang (Panthera pardus)
·
Orangutan (Pongo pygmaeus abelii)
·
Badak sumatera (Decerorhinus sumatrensis)
·
Tapir (Tapirus indicus)
·
Gajah asia (Elephas maximus)
·
Bekantan (Nasalis larvatus)
·
Komodo (Varanus komodoensis)
·
Banteng (Bos sondaicus)
·
Cendrawasih (Paradisaea minor)
·
Kanguru pohon (Dendrolagus ursinus)
·
Maleo (Marcochephalon maleo)
·
Kakatua raja (Probosciger atterimus)
·
Rangkong (Buceros rhinoceros)
·
Kasuari (Casuarius casuarius)
·
Buaya muara (Crocodylus porosus)
·
Buaya irian (Crocodylus novaeguinae)
·
Penyu tempayan (Caretta caretta)
·
Penyu hijau (Chelonia mydas)
·
Sanca bodo (Phyton molurus)
·
Sanca hijau (Chondrophyton viridis)
·
Bunglon sisir (Gonyochepalus dilophus)
Tumbuh-tumbuhan
langka misalnya:
·
Bedali (Radermachera gigantea)
·
Putat (Planhonia valida)
·
Kepuh (Stereula foetida)
·
Bungur (Lagerstromia speciosa)
·
Nangka celeng (Artocarpus heterophyllus)
·
Kluwak (Pangium edule)
·
Bendo (Artocarpus elasticus)
·
Mundu (Garcinia dulcis)
·
Sawo kecik (Manilkara kauki)
·
Winong (Tertrameles nudiflora)
·
Sanca hijau (Pterospermum javanicum)
·
Gandaria (Bouea marcophylla)
·
Matoa (Pometis pinnata)
·
Sukun berbiji (Artocarpus communis)
2.1.5 Memiliki Banyak Hewan dan Tumbuhan Endemik
Di Indonesia terdapat hewan dan tumbuhan endemik. Hewan dan tumbuhan
endemik Indonesia artinya hewan dan tumbuhan itu haya ada di Indonesia, tidak
terdapat di negara lain.
Hewan endemik
misalnya harimau jawa, harimau bali (sudah punah), jalak bali putih di Bali,
badak bercula satu di Ujung Kulon, biturong, monyet Presbytis thomasi, tarsius, kukang, maleo hanya di
Sulawesi, komodo di Pulau Komodo dan sekitarnya.
Tumbuhan yang endemik terutama dari genus Rafflesia arnoldii (endemik di Sumatera Barat, Bengkulu,
dan Aceh), R. borneensis
(Kalimantan), R. ciliata
(Kalimantan Timur), R.
horsfilldii (Jawa), R.
patma (Nusa Kambangan dan Pangandaran), R. rochussenii (Jawa Barat), dan R. contleyi (Sumatera bagian
timur).
2.2 Keanekaragaman Hayati Dunia
Kehadiran makhluk hidup ditentukan oleh faktor lingkungan. Faktor
lingkungan dapat dibedakan sebagai kondisi dan sumber daya. Kondisi adalah suatu faktor
yang besarannya dapat diukur dan tidak habis jika digunakan oleh organisme.
Contoh kondisi adalah suhu, intensitas cahaya, curah hujan, dan radiasi
matahari. Sedangkan sumber
daya adalah faktor lingkungan yang habis ketersediaanya bila
sudah digunakan, misalnya makanan dan ruang (tempat tinggal).
Matahari adalah sumber energi utama untuk kehidupan di bumi. Jumlah sinar
matahari yang diterima oleh permukaan bumi menentukan penyebaran makhluk hidup.
Karena permukaan bumi bulat maka setiap tempat di permukaan bumi mendapatkan
sinar matahari dengan jumlah yang berbeda-beda. Akibatnya suhu di berbagai
tempat di permukaan bumi berbeda-beda. Berdasarkan letak terhadap garis lintang,
maka bumi dibagi dalam beberapa daerah iklim sebagai berikut.
a).
Daerah tropik berada di antara 23,50 LU dan 23,50 LS. Daerah
ini hanyaq memiliki dua musim.
b).
Daerah iklim sedang (subtropik) berada di antara 23,50 dan 660. Daerah ini memiliki empat
musim, yaitu panas, gugur, seni, dan dingin (salju).
c). Daerah
kutub (artik) berada pada garis lintang lebih dari 660.
d).
Daerah peralihan antara subtropik dan kutub (subartik).
Faktor lingkungan penting yang mempengaruhi kehadiran dan penyebaran
oraganisme adalah suhu. Variasi suhu lingkungan menentuakn proses kehidupan,
penyebaran dan kelimpahan organisme. Variasi suhu lingkungan alami dapat
bersifat siklik (misalnya musiman, harian). Hal ini berkaitan dengan letak
tempat di garis lintang (latitudinal),
atau ketinggian di permukaan laut (altitudinal).
Variasi suhu berdasarkan garis lintang berkaitan dengan variasi musim yang
disebabkan oleh posisi poros bumi terhadap matahari.
Interaksi antara suhu, kelembapan, angin, altitudinal, latitudinal, dan
topografi menghasilkan daerah iklim yang luas yang dinamakan bioma. Setiap bioma
memiliki hewan dan tumbuhan tertentu yang khas. Beberapa bioma di bumi antara
lain tundra, taiga, hutan gugur, hutan hujan tropik, padang rumput, dan gurun.
2.2.1 Tundra
Tundra terdapat di lingkungan kutub utara dan kutub selatan, Green Land,
Siberia utara. Daerah ini beriklim kutub, sehingga selalu tertutup salju.
Tumbuhan yang ada terutama adalah lumut Sphagnum dan lumut kerak. Tumbuhan tahunan hampir tidak
ada. Tumbuhan semusim berumur pendek dan berbunga serempak pada musim panas,
serta memiliki biji-biji yang dorman selama musim dingin.
Hewan-hewan yang ada adalah beruang kutub, serigala kutub, reinder, dan caribou bull (sebangsa rusa).
Di bioma tundra juga terdapat burung yang umumnya membuat sarang pada musim
panas. Burung ini adalah burung migran (berasal dari daerah lain).
2.2.2 Taiga
Taiga terdapat di antara daerah subtropik dan kutub, misalnya di Rusia
dan Eropa Utara, Kanada, dan Alaska. Jadi, taiga terletak di sebelah selatan
tundra. Tumbuhan khas yang ada di taiga adalah konifer atau tumbuhan berdaun
jarum (pohon spruce, alder, dan
birch), yang hijau
sepanjang tahun. Taiga juga sering disebut sebagai hutan boreal. Seperti pada
bioma tundra, di taiga juga sangat dingin pada musim salju, tetapi musim
panasnya lebih lama. Hewan yang ada adalah beruang hitam dan serigala.
2.2.3 Hutan Gugur
Hutan gugur terdapat di daerah subtropik di Eropa Barat, Korea, Jepang utara,
dan Amerika Timur. Bioma ini memiliki curah hujan 75 – 100 cm per tahun,
memiliki empat musim. Tumbuhan yang ada terutama mapel, oak, beech, yang selalu
menggugurkan daunnya pada musim gugur. Hewan-hewan yang umum adalah rusa,
beruang, dan rubah.
2.2.4 Hutan Hujan Tropik
Bioma ini berada di daerah tropik, yaitu di Indonesia, India, Thailand,
Brazil, Kenya, Costa Rica, dan Malaysia. Curah hujan tinggi yaitu 200 – 255 cm
per tahun, matahari bersinar sepanjang tahun. Jenis tumbuhan sangat banyak dan
komunitasnya sangat kompleks. Tumbuhan tumbuh dengan subur, tinggi, serta
banyak cabang dengan daun yang lebat sehingga membentuk tudung atau kanopi.
Tumbuhan khas adalah kelompok liana, yaitu tumbuhan yang merambat, misalnya
rotan, dan tumbuhan epifit yaitu tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain,
misalnya anggrek. Binatang yang menghuni hutan hujan tropik adalah berbagai
macam burung, kera, babi hutan, tupai, macan, gajah, dan rusa.
2.2.5 Padang Rumput
Padang rumput banyak terdapat di Nusa tenggara, Amerika Serikat bagian
Tengah, Afrika Tengah dan Selatan, serta Eropa Timur. Bioma ini curah hujannya
rendah yaitu 25 -30 cm per tahun. Tumbuhan utama adalah rumput-rumputan.
Hewannya meliputi bison, zebra, kanguru, jerapah, kijang, singa, serigala,
jaguar, binatang pengerat, reptilia, dan beberapa burung. Padang rumput di
daerah tropik disebut sebagai savana.
2.2.6 Gurun
Bioma gurun terdapat di Asia Kecil, Afrika utara, Chima, Mongolia, dan
Amerika Barat. Curah hujan sangat rendah kurang lebih 25 cm per tahun, suhu
sangat tinggi di siang hari dan sangat rendah di malam hari, kelembapan udara
rendah, tanahnya tandus. Tumbuhannya terutama kaktus, dan tumbuhan efemera
(tumbuhan yang pada waktu hujan cepat tumbuh, cepat berbunga dan memiliki biji yang
dorman). Hewan yang ada adalah unta, tikus, ular, kadal, dan semut.
2.2.7 Bioma Berdasarkan Altitudinal
Telah diuraikan bahwa permukaan bumi berdasarkan latitudinal dapat
dibedakan menjadi daerah tropik, subtropik, dan kutub. Masing-masing daerah
tersebut memiliki jenis organisme dan keanekaragaman yang berbeda. Di daerah
peralihan antara subtropik dan kutub terdapat hutan taiga yang terdiri dari
tumbuhan berdaun jarum dan di daerah kutub terdapat tundra.
Gambaran
penyebaran bioma secara horizontal (berdasarkan latitudinal atau garis lintang)
ternyata mirip dengan gambaran penyebaran secara vertikal (berdasarkan tinggi
di atas permukaan laut atau altitudinal).
Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa memiliki penyebaran
vertikal yang mirip dengan pola penyebaran horizontal di atas. Pola penyebaran
vertikal ini dimulai dari wilayah pantai hingga ke puncak Jayawijaya di Irian
Jaya (Papua), yaitu hutan hujan tropik, hutan gugur, taiga, dan di puncak
gunung bersalju Jayawijaya terdapat tundra.
2.2.8 Bioma Air Tawar
Ekosistem air tawar memiliki kadar garam rendah. Air tawar memiliki
kemampuan menyerap panas dari cahaya matahari sehingga perubahan suhu tidak
terlalu besar. Berdasarkan ada tidaknya arus, ekosistem air tawar dibedakan
menjadi ekosistem lentik (air tidak mengalir) misalnya danau, kolam, rawa,
serta ekosistem lotik (air mengalir) misalnya sungai.
Tumbuhan yang menghuni lingkungan perairan tawar meliputi tumbuhan yang
berukuran besar (makrohidrofita) serta tumbuhan yang berukuran kecil, yaitu
ganggang. Tumbuhan biji di ekosistem air tawar misalnya teratai dan eceng
gondok. Sedangkan tumbuhan yang berukuran mikroskopik misalnya ganggang biru,
ganggang hijau, dan diatomae. Hewan yang menghuni air tawar adalah
udang-udangan, ikan, dan serangga.
2.2.8.1 Organisme Air Tawar
Berdasarkan cara hidupnya, organisme yang hidup di air dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut.
a).
Plankton, yaitu organisme yang berukuran mikroskopik yang hidup melayang-layang
dalam air. Plankton dibedakan atas fitoplankton (plankton tumbuhan),
zooplankton (plankton hewan), dan bakterioplankton (bakteri).
b).
Nekton, yaitu organisme yang hidup berenang di dalam air. Misalnya ikan.
c). Neuston,
yaitu organisme yang hidupnya berada di atas permukaan air.
d).
Bentos, yaitu organisme yang hidup di dasar perairan. Bentos umumnya berfungsi
sebagai penghancur (dekomposer), misalnya cacing, moluska, dan beberapa larva
serangga.
e). Perifiton,
yaitu organisme yang melekat pada batang, akar, dan daun tumbuhan air atau pada
benda-benda lain di air.
2.2.8.2 Pembagian Bioma Air Tawar
Secara fisik
bioma air tawar dibagi menjadi beberapa daerah, yaitu litoral, limnetik, dan
profundal.
a).
Litoral merupakan daerah air yang dangkal sehingga cahaya matahari dapat
menembus sampai dasar. Organisme yang hidup adalah zooplankton, fitoplankton,
dan hewan bentos.
b).
Limnetik merupakan daerah yang tebuka dan dapat ditembus cahaya matahari.
Organisme yang hidup adalah zooplankton, fitoplankton, nekton, dan neuston.
c). Profundal
merupakan daerah yang tidak dapat ditembus olah cahaya matahari.
Habitat air tawar memiliki kadar garam yang lebih rendah daripada sel-sel
organisme yang ada di habitat ini. Dengan demikian, tekanan osmosis air tawar
lebih rendah dibandingkan dengan tekanan osmosis sel-sel organisme air tawar.
Akibat perbedaan tekanan osmosis tersebut maka hewan air tawar, misalnya ikan,
terus-menerus kemasukan air. Untuk mengatasi hal tersebut, ikan beradaptasi
dengan mengeluarkan banyak urin dan mengabsorbsi garam-garaman melalui
insangnya.
2.2.9 Bioma Air Laut
Bioma air laut luasnya lebih dari dua pertiga permukaan bumi. Bioma air
laut kurang terpengaruh oleh perubahan iklim dan cuaca. Ciri khas air laut
adalah mempunyai kadar garam yang tinggi. Kadar garam rata-rata air laut adalah
35 ppm (part per million). Di daerah khatulistiwa kadar garamnya lebih tinggi
daripada di daerah yang jauh dari khatulistiwa.
Organisme laut memiliki pola adaptasi terhadap tekanan osmosis sir laut
yang tinggi dengan cara yang berlawanan dengan organisme air tawar. Ikan laut
misalnya, mengatasi kekurangan cairan akibat keluarnya cairan tubuh secara
osmosis, dengan cara bayak minum air, sedikit mengeluarkan urin dan
mengekskresikan garam-garaman melalui insang.
Suhu air di permukaan lebih tinggi daripada di bagian dalam, karena
permukaan menyerap panas dari cahaya matahari. Perbedaan ini menyebabkan air
yang ada di permukaan tidak dapat bercampur dengan air yang ada di lapisan
bawahnya. Ini disebabkan air yang suhunya lebih dingin memiliki massa jenis
yang lebih besar. Di antara kedua lapisan air yang dingin dan lapisan yang
hangat itu terdapat lapisan termoklin.
2.2.9.1 Pembagian Bioma Air Laut
Sampai berapa dalamkah cahaya matahari dapat menembus laut? Hal ini
tergantung pada kejernihan air dan letak geografinya. Laipsan air yang dapat
ditembus oleh cahaya disebut daerah fotik.
Kedalaman daerah fotik kira-kira sampai kedalaman 200 m daerah yang tidak dapat
ditembus cahaya matahari disebut daerah afotik.
Sebagaimana pada ekosistem air tawar, ekosistem laut pun dibagi menjadi
beberapa daerah berdasarkan kedalamannya, yaitu sebagai berikut.
a).
Daerah litoral, yaitu daerah laut yang berbatasan dengan daratan. Daerah
litoral dapat ditembus oleh cahaya matahari sampai ke dasar.
b).
Daerah neritik, merupakan daerah laut dangkal sampai pada kedalaman 200 m.
c). Daerah
batial, yaitu daerah dengan kedalaman 200-300 m.
d).
Daerah abisal, yaitu daerah yang kedalamannya lebih dari 2000 m.
Daerah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi adalah daerah litoral
dan neritik. Karena banyak cahaya matahari, di daerah ini banyak terdapat
fitoplankton dan zooplankton yang merupakan sumber makanan bagi organisme laut
lainnya. Pada sinag hari plankton bergerak menuju ke laipsan yang lebih dalam,
sedangkan pada malam hari bergerak menuju ke permukaan laut. Ikan-ikan
mengikuti gerakan plankton tersebut. Itulah sebabnya, para nelayan mencari ikan
di malam hari.
Di daerah batial atau dasar laut yang tidak ada cahaya hanya dihuni oleh
ikan-ikan khas, misalnya ikan yang dapat mengeluarkan cahaya. Umumnya organisme
yang hidup di daerah ini menunggu jatuhan bahan organik dari daerah permukaan
2.2.9.2 Vegetasi Pantai
Di perbatasan antara laut dan darat terdapat daerah pasang surut.
Tumbuhan ynag hidup di daerah pantai harus menyesuaikan diri dengan hempasan
gelombang. Biasanya tumbuhan yang ada berupa tumbuhan menjalar dengan geragih
yang panjang. Vegetasi pantai membentuk formasi yang diberi nama sesuai dengan
tumbuhan yang dominan.
Pada pantai yang landai biasanya terdapat daerah pasang surut yang
berlumpur. Daerah ini membentuk hutan bakau yang disebut dengan mangrove.
Tumbuhan yang terdapat di mangrove misalnya Avicennia, Rhizophora, Achantus, Cerbera, Bruguiera, dan Ceriops. Mangrove
yang dasarnya koral berpasir umumnya didominasi oleh Sooeratia alba.
Semua pohon di
daerah mangrove mempunyai akar yang khas. Ada yang berakar napas seperti Avicennia dan Sonneratia. Ada yang berakar
jangkar untuk menahan pengaruh pasang surut.
Di muara
sungai dikenal ekosistem pantai lumpur (mangrove) terutama di Jawa, Sumatera,
Kalimantan, dan Irian.
Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi adalah Avicennia dan Sonneratia.
Di pantai selatan Jawa, Bali, dan NTT, pantai barat Sumatera, dan
kepulauan Maluku terdapat ekosistem pantai batu. Vegetasi umumnya adalah
ganggang laut, di antaranya Euchema,
Sargasum, dan Gellidium.
Di perairan jernih, terbentuk terumbu karang. Indonesia memiliki
terumbu karang dengan kenanekaragaman tinggi yang tergolog kelas dunia misalnya
di Bunaken, Teluk Cendrawasih, dan Kepulauan Natuna.
2.3 Manfaat Keanekaragaman Hayati Bagi Kelangsungan Hidup Manusia
Pemanfaatan keanekaragaman hayati bagimasyarakat harus secara berkelanjutan.
Yang dimaksud dengan manfaat yang berkelajutan adalah manfaat yang tidak hanya
untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
2.3.1 Sebagai Sumber Pangan, Perumahan, dan Kesehatan
Kehidupan manusia yang bergantung pada keanekaragaman hayati. Hewan dan
tumbuhan yang kita manfaatkan saat ini (misalnya ayam, kambing, padi, jagung)
pada zaman dahulu juga merupakan hewan dan tumbuhan liar, yang kemudian
dibudidayakan. Hewan dan tumbuhan liar itu dibudidayakan karena memiliki
sifat-sifat unggul yang diharapkan manusia. Sebagai contoh, ayam dibudidayakan
karena menghasilkan telur dan daging. Padi dibudidayakan karena menghasilkan
beras. Beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang memiliki peranan penting untuk
memenuhi kebutuhan pangan, perumahan, dan kesehatan, misalnya:
a).
Pangan: berbagai
biji-bijian (padi, jagung, kedelai, kacang), berbagai umbi-umbian (ketela,
singkong, suwek, garut, kentang), berbagai buah-buahan (pisang, nangka, mangga,
jeruk, rambutan), berbagai hewan ternak (ayam, kambing, sapi).
b).
Perumahan: kayu jati,
sonokeling, meranti, kamfer.
c).
Kesehatan: kunyit,
kencur, temulawak, jahe, lengkuas.
2.3.2 Sebagai Sumber Pendapatan
Keanekaragaman hayati dapat dijadikan sumber pendapatan. Misalnya untuk
bahan baku industri, rempah-rempah, dan perkebunan. Bahan baku industri
misalnya kayu gaharu dan cendana untuk industri kosmetik, teh dan kopi untuk
industri minuman, gandum dan kedelai untuk industri makanan, dan ubi kayu untuk
menghasilkan alkohol. Rempah-rempah misalnya lada, vanili, cabai, bumbu dapur.
Perkebunan misalnya kelapa sawit dan karet.
2.3.3 Sebagai Sumber Plasma Nutfah
Hewan, tumbuhan, dan mikroba yang saat ini belum diketahui tidak perlu
dimusnahkan, karena mungkin saja di masa yang akan datang akan memiliki peranan
yang sangat penting. Sebgai contoh, tanaman mimba (Azadirachta indica),. Dahulu tanaman ini hanya merupakan
tanaman pagar, tetapi saat ini diketahui mengandung zat azadiktrakhtin yang memiliki peranan sebagai anti hama
dan anti bakteri. Adapula jenis ganggang yang memiliki kendungan protein
tinggi, yang dapat digunakan sebagai sumber makanan masa depan, misalnya Chlorella. Buah pace (mengkudu)
yagn semula tidak dimanfaatkan, sekarang diketahui memiliki khasiat untuk
meningkatkan kebugaran tubuh, mencegah dan mengobati penyakit tekanan darah.
Di hutan atau lingkungan kita, masih terdapat tumbuhan dan hewan yang
belum dibudidayakan, yang mungkin memiliki sifat-sifat unggul. Itulah sebabnya
dikatakan bahwa hutan merupakan sumber
plasma nutfah (sifat-sifat unggul). Siapa tahu kelak sifat-sifat
unggul itu dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.
2.3.4 Manfaat Ekologi
Selain berfungsi untuk menunjuang kehidupan manusia, keanekaragaman
hayati memiliki peranan dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem.
Masing-masing jenis organisme memiliki peranan dalam ekosistemnya. Peranan ini
tidak dapat digantikan oleh jenis yang lain. Sebagai contoh, burung hantu dan
ular di ekosistem sawah merupakan pemakan tikus. Jika kedua pemangsa ini
dilenyapkan oleh manusia, maka tidak ada yang mengontrol populasi tikus.
Akibatnya perkembangbiakan tikus meningkat cepat dan di mana-mana terjadi hama
tikus.
Tumbuhan merupakan penghasil zat organik dan oksigen, yang dibutuhkan
oleh organisme lain. Selain itu, tumbuh-tumbuhan dapat membentuk humus,
menyimpan air tanah, dan mencegah erosi. Keanekaragaman yang tinggi memperkokoh
ekosistem. Ekosistem dengan keanekaragaman yang rendah merupakan ekosistem yang
tidak stabil. Bagi manusia, keanekaragaman yang tinggi merupakan gudang
sifat-sifat unggul (plasma nutfah) untuk dimanfaatkan di kemudian hari.
2.3.5 Manfaat Keilmuan
Keanekaragaman hayati merupakan lahan penelitian dan pengembangan ilmu
yang sangat berguna untuk kehidupan manusia.
2.3.6 Manfaat Keindahan
Keindahan alam tidak terletak pada keseragaman tetapi pada
keanekaragaman. Bayangkan bila halaman rumah kita hanya ditanami satu jenis
tanaman saja, apakah indah? Tentu saja akan lebih indah apabila ditanami berbagai
tanaman seperti mawar, melati, anggrek, rumput, palem.
Kini kita sadari bahwa begitu banyak manfaat keanekaragaman hayati dalam
hidup kita. Pemanfaatannya yang begitu banyak dan beragam tentu saja dapat
mengancam kelestariannya. Untuk itu kita harus bijaksana dalam memanfaatkan
keanekaragaman hayati, dengan mempertimbangkan aspek manfaat dan aspek
kelestariannya.
2.4 Konservasi (Perlindungan) Keanekaragaman Hayati
Konservasi keanekaragaman hayati atau biodiversitas sudah menjadi
kesepakatan internasional. Objek keanekaragaman hayati yang dilindungi terutama
kekayaan jenis tumbuhan (flora) dan kekayaan jenis hewan (fauna) serta
mikroorganisme misalnya bakteri dan jamur. Perlu diingat bahwa yang termasuk
flora tidak hanya tumbuhan yang berbunga yang sehari-hari kita lihat tetapi
juga lumut dan paku-pakuan. Demikian pula dengan fauna, tidak saja mencakup
binatang mamalia tetapi juga ikan, burung, dan serangga.
Tempat perlindungan keanekaragaman hayati di Indonesia telah diresmikan
oleh pemerintah. Lokasi perlindungan tersebut misalnya berupa Taman Nasional,
Cagar Alam, Hutan Wisata, Taman Hutan Raya, Taman Laut, Wana Wisata, Hutan
Lindung, dan Kebun Raya. Tempat-tempat tersebut memiliki makna yang
berbeda-beda meskipun fungsinya sama yaitu untuk tujuan konservasi.
2.4.1 Taman Nasional
Taman nasional adalah kawasan konservasi alam dengan ciri khas tertentu
baik di darat maupun di perairan. Taman nasional memiliki fungsi ganda, yaitu
perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dan perlindungan jenis
tumbuhan dan hewan serta pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Taman nasional juga penting untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, dan
rekreasi alam. Biodiversitas di Indonesia yang unik dan dilindungi terutama di
taman nasional. Beberapa taman nasional yang ada di Indonesia adalah sebagai
berikut.
2.4.1.1 Taman Nasional Gunung Leuseur
Taman Nasional (TN) ini terletak di Provinsi Sumatera Utara dan Propinsi
Daerah istimewa Aceh, dengan ketinggian 0 – 3.381 m di atas permukaan laut
(dpl), dengan luas 1.095.192 ha. Di TN Gunung Leuseur sekurang-kurangnya ada 50
jenis anggota famili Dipterocarpaceae
(meranti, keruing, kapur). Beberapa jenis buah-buahan antara lain
jeruk hutan (Citrus macroptera),
durian hutan (Durio exyleyanus),
menteng (Baccaurea racemosa),
buah limus (Mangifera foetida),
rukem (Flacuoritia rukam),
serta flora langka Rafflesia
arnoldii var. atjehensis, dan Johannesteisjmannia altifrons (sejenis palem). Dari
kelompok fauna ada 89 jenis satwa langka yang dilindungi, antara lain: gajah (Elephas maximus), beruang
malaya (Ursus malayanus),
harimau sumatera, badak sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis), orangutan sumatera (Pongo pygmaeus), macan akar, burung kuda, kambing sumba,
itik liar, dan tapir (Tapirus
indicus).
2.4.1.2 Taman Nasional Kerinci Seblat
Taman Nasional ini terletak membentang di empat propinsi yaitu, Jambi,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Luasnya 1.484.650 ha dengan
ketinggian 0-3800 m dpl.
Jenis-jenis
flora yang ada terutama famili Dipteropaceae, Leguminosae, dan Liana. Jenis
flora langka yang terkenal adalah bunga bangkai (Anorhophallus titanium) dan Rafflesia arnoldii. Jenis-jenis lain adalah palem (Livistona altissima), anggrek (Bilbophyllum sp., Dendrobium sp.),
pasang (Quercus),
kismis (Podocarpus sp.).
Jenis-jenis fauna di Taman Nasional ini sebanyak 36 jenis dan 24 jenis
diantaranya dilindungi. Jenis-jenis satwa tersebut antara lain tapir, simpoi
bangka, ungko, kelinci hutan, landak, tikus hutan, babi batang, berang-berang,
badak sumatera, gajah, harimau sumatera, harimau kombang, siamang, kera ekor
panjang, kancil, mucak, rusa, serta jenis-jenis burung dan reptilia.
TN Kerinci
Seblat merupakan gudang plasma nutfah di kawasan Indonesia Barat.
2.4.1.3 Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Luas kawasan ini 356.800 ha, membentang dari ujung selatan propinsi
Bengkulu sampai ujung seletan propinsi Lampung.
Kawasan ini merupakan kawasan konservasi untuk tujuan penelitian dan
pendidikan karena potensi flora dan faunanya yang spesifik. Jenis-jenis flora
penyusunnya adalah meranti (Shorea
spp.), keruing (Dipterocarpus),
pengarawang (Hopea spp.),
pasang (Quercus spp),
bayur (Pterospermm spp.),
damar (Agathis alba),
kemiri (Aleurites moluccana),
dan temu-temuan (Zingiberaceae).
Juga cemara gunung (Cassuarina
equisetifolia), mengkudu (Morinda citrifolia) serta bunga langka yang sangat terkenal
yaitu Rafflesia arnoldii.
Jenis-jenis mamalia yang ada misalnya owa, babi, rusa, kijang, gajah,
tapir, kambing hutan, kerbau liar, ajak, harimau sumatera, beruang madu, badak
sumatera, macan tutul, landak, trenggiling. Jenis reptilia misalnya ular sanca,
dan jenis-jenis burung misalnya rangkong, dara laut, raja udang, bangau putih,
bangau tong-tong, gangsa laut.
2.4.1.4 Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujungkulon terletak di ujung paling barat Pulau Jawa. TN
ini merupakan ekosistem hutan daratan rendah di Plau Jawa. TN ini merupakan
habitat terakhir dari hewan-hewan yang terancam punah, seperti badak bercula
satu (Rhinoceros sundanicus),
banteng (Bos sondanicus),
owa jawa (Hylobathes moloch),
harimau loreng (Panthera tigris),
dan surili (Presbytis aygula).
2.4.1.5 Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
Kawasan TN ini terletak di kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dengan
luas 15.196 ha. TN ini mewakili hutan-hutan tropis pengunungan di Jawa. Karena
itu jenis-jenis ekosistemnya adalah hutan submontane (100-1500 m dpl), hutan
montae (1.500-2.400 m dpl), serta subalpine (lebih dari 2.400 m dpl). Karena
iklimnya lembap, maka kawasan ini didominasi oleh jenis paku-pakuan misalnya Hymmenophyllaceae, Gleishenia, Gauthenisa, dan
semak Rhododendron.
Pohon raksasa yang ada adalah rasamala (Altingia exelsa) yang dapat mencapai ketinggian 60 m. Bunga
abadi yang tak pernah layu terdapat di zona subalpine ialah Anapalic javanica.
Satwa yang
masih ada disini adalah owa jawa yang endemik (tidak terdapat di daerah lain),
surili, kera, lutung, dan macan tutul.
2.4.1.6 Taman Nasional Kepulauan Seribu
Terletak di
Kepulauan Seribu, jumlah pulaunya 85 buah dengan luas 256 ha. Ekosistem yang
unik yang dilindungi di TN ini adalah ekosistem terumbu karang.
2.4.1.7 Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru
Luasnya 58.00 ha, terletak antara 100-3676 dpl., membentang di Kabupaten
Probolinggo, Malang, pasuruan, dan lumajang, Jawa Timur.
Jenis tumbuhan
yang spesifik adalah cemara gunug.
Jenis fauna
yang dilindungi adalah babi utan, kijang, kera, ayam hutan, rusa, ajak, dan
macan tutul.
2.4.1.8 Taman Nasional Meru Betiri
Taman Nasional yang terletak di Jember Selatan ini merupakan habitat terakhir
dari harimau lorang jawa yang terancam punah. Satwa lain yang dilindungi adalah
penyu karet, penyu belimbing, kancil, kijang, rangkong, dan merak. Di sini
terdapat pula flora langka yang dilindungi yaitu Rafflesia zolingeri dan Balanophora fungosa.
2.4.1.9 Taman Nasional Baluran
Luas TN ini adalah 23.713 ha, terletak di ujung timur Pulau Jawa. TN ini
merupakan contoh ekosistem daratan tendah kering, dengan musim kering yang
panjang antara 4 -9 bulan. Kekayaan floranya mencapai 422 spesies. Jenis tanaman
langka di kawasan ini adlah dadap biru (Erythrina eudophylla). Di TN ini juga terdapat tanaman yang
tahan panas misalnya pilang, kosambi, eidoro, kemloko, asam, nimba, klampis,
talok, kemiri, wungur dan laban.
Fauna yang terdapat di TN Baluran antara lain ular piton, buaya, banteng,
rusa, kerbau liar, kijang, babi hutan, ajak, macan tutul, dan linsang.
2.4.1.10 Taman Nasional Bali Barat
Terletak di Kabupaten Jembrana dan Buleleng, dengan luas 77.727 ha.
TN Bali Barat
merupakan habitat hutan alami murni sawo kecik (Manilkara kauki).
Faunanya yang
paling khas dan perlu dilindungi karena terancam punah adalah jalak bali putih.
Fauna lain yang ada di dalam TN ini adalah menjangan, muncak, kera hitam,
trenggiling, landak, penyu, pelatuk, ayam hutan dan kepodang.
2.4.1.11 Taman Nasional Komodo
TN Komodo terletak di Pulau Komodo, Rinca, Podan, Gilimotong dan
pulau-pulau kecil lainnya, yang semuanya terletak di propinsi NTT. Kawasan ini
beriklim muson dan kering, sehingga vegetasinya merupakan perwakilan Indonesia
bagian timur.
Flora yang
dilindungi adalah kayu hitam (Diospyros
javanica) dan bayur (Pterospermum
diversifolium).
Satwa yang
khas adalah komodo, binatang purba yang hanya terdapat di Pulau Komodo dan
Pulau Rinca, di bagian barat Pulau Flores.
2.4.1.12 Taman Nasional Tanjung Puting
Luas kawasan TN Tanjung Puting adalah 305.000 ha, terletak di Kabupaten
Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kawasan ini
berada di dataran rendah dan berawa-rawa dengan iklim basah.
Jenis tanaman yang ada di kawasan ini misalnya Gluta renghas (tanaman
mengandung getah yang merusak saraf) dan durian (Durio spp.).
Fauna yang
populasinya masih banyak adalah orang utan, lutung merah, kancil, muncak,
kucing hutan, musang.
Taman Nasional Tanjung Puting merupakan pusat rehabilitasi orang utan.
Rehabilitasi tersebut adalah untuk mempersiapkan orang utan senelum dilepas
agar padat bertahan hidup.
2.4.1.13 Taman Nasional Lore Lindu
Terletak di Sulawesi Tengah, dekat dengan kota Palu, luasnya 222.178 ha,
dengan ketinggian 500-2610 dpl. Tercatat ada 64 jenis flora yang diketahui dan
didominasi oleh rotan (Calamus sp.)
dan pinang (Pinanga sp.).
Mamalia yang
paling banyak adalah anoa (Anoa
sp.) yang dilindungi. Jenis-jenis hewan endemik ada 27 jenis terutama dari
famili Muridae dan Scuridae (bajing).
2.4.2 Cagar Alam
Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas tumbuhan,
satwa dan ekosistem, yang perkembangannya diserahkan kepada alam.
2.4.3 Hutan Wisata
Hutan wisata adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat
wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan, yang dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan, konservasi alam, dan rekreasi.
Misalnya Hutan Wisata Pangandaran.
2.4.4 Taman Hutan Raya (Tahura)
Taman hutan raya adalah kawasan konservasi alam yang terutama
dimanfaatkan untuk koleksi tumbuhan dan hewan, alami atau non-alami, jenis asli
atau pendatang, yang berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan,
kebudayaan, dan rekreasi. Tahura ini dapat disebut sebagai taman propinsi.
Misalnya Pulau Sempu di Jawa Timur.
2.4.5 Taman Laut
Taman laut adalah wilayah lautan yang mempunyai ciri khas berupa
keindahan alam atau keunikan alam yang ditunjuk sebagai kawasan konservasi alam,
yang diperuntukkan guna meilindungi plasma nutfah lautan. Misalnya Taman Laut
Bunaken di Sulawesi Utara.
2.4.6 Wana Wisata
Wana wisata adalah kawasan hutan yang disamping fungi utamanya sebagai
hutan produksi, juga dimanfaatkan sebagai objek wisata hutan.
2.4.7 Hutan Lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan alam yang biasanya terletak di daerah
pegunungan yang dikonservasikan untuk tujuan melindungi lahan agar tidak
tererosi dan untuk mengatur tata air.
2.4.8 Kebun Raya
Kebun raya adalah kumpulan tumbuh-tumbuhan disuatu tempat, dan
tumbuh-tumbuhan terseubut berasal dari berbagai daerah yang ditanam untuk
tujuan konservasi, ilmu pengetahuan, dan rekreasi. Misalnya Kebun Raya Bogor
dan Kebun Raya Purwodadi.
Selain
tempat-tempat yang telah disebutkan di atas yang memang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai tempat konservasi, sebenarnya masyarakat pun dapat
berpartisipasi dalam pelestarian keanekaragaman hayati. Bentuk pertisipasi
masyarakat dalam pelestarian keanekaragaman hayati misalnya:
a).
Memperkaya koleksi tanaman di pekarangan rumah
b).
Tidak membunuh burung dan hewan-hewan lainnya
c).
Tidak membuang limbah sembarangan, terutama limbah pabrik, limbah rumah tangga,
dan limbah pestisida karena dapat membahayakan kehidupan flora dan fauna.
2.5 Tingkat Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor keturunan atau
genetik dan faktor lingkungan. Faktor keturunan disebabkan oleh adanya gen yang
akan membawa sifat dasar atau sifat bawaan. Sifat bawaan ini diwariskan turun
temurun dari induk kepada keturunannya. Namun, sifat bawaan terkadang tidak
muncul (tidak tampak) karena faktor lingkungan. Jika faltor bawaan sama tetapi
lingkungannya berbeda, mengakibatkan sifat yang tampak menjadi berbeda. Jadi,
terdapat interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan. Karena
adanya dua faktor tersebut, maka muncullah keanekaragaman hayati.
Sebagai contoh, kita tanam tanaman Hortensia secara stek ke dalam dua pot yang diberi media tanam
berbeda.
Karena dari tanaman stek, maka
secara genetik tanaman itu sama. Gen yang terkandung di dalamnya sama. Tanaman
yang ditanam pot yang diberi media tanam bersifat asam (misal diberi humus)
akan menghasilkan bunga berwarna merah sedangkan yang ditanam di pot yang
diberi media tanam bersifat basa (misal diberi bubuk kapur) akan menghasilkan
bunga berwarna biru. Jadi perbedaan keasaman tanah dapat mengakibatkan
keanekaragaman bunga Hortensia.
Keanekaragaman
hayati itu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga tingkat, yaitu keanekaragaman
gen, keanekaragaman jenis, dan keanekaragaman ekosistem.
2.5.1 Keanekaragaman Gen
“Bahan baku” keanekaragaman sebenarnya terletak pada gen. Gen adalah
faktor pembawa sifat yang menentukan sifat makhluk hidup. Gen terletak di dalam
benang kromosom, yakni benang-benang pembawa sifat yang terdapat di dalam inti
sel makhluk hidup. Pada manusia, sifat rambut lurus, hidung mancung, mata
lebar, warna kulit, dtentukan oleh gen.
Gen adalah materi yang mengendalikan sifat atau karakter. Jika gen
berubah, maka sifat-sifat pun akan berubah. Sifat-sifat yang ditentukan oleh
gen disebut genotipe.
Ini dikenal sebagai pembawaan. Meskipun termasuk spesies yang sama, tidak ada
satu individu yang persis sama dengan yang lain, karena adanya keanekaragaman
gen. sekilas, memang ada kemiripan bentuk luar. Namun jika diamati, akan
terdapat variasi sifat sehingga tampaklah adanya keanekaragaman.
Perbedaan gen
tidak hanya terjadi antar jenis. Di dalam satu jenis (spesies) pun terjadi
keanekaragaman gen. dengan adanya keanekaragaman gen, maka sifat-sifat di dalam
satu spesies bervariasi.
2.5.1.1 Variasi dan Varietas
Varisasi antarindividu yang sejenis tidak hanya terdapat pada tumbuhan
tetapi juga pada manusia. Misalnya, di dalam suatu keluarga terdapat anak-anak
yang memiliki sifat berbeda. Ada yang bulu matanya lentik dan ada yang tidak,
ada yang berkumis ada yang tidak, ada yang berbadan kekar ada yang tidak.
Ukuran biji kacang dari satu pohon bervariasi, ada yang kecil, ada yang sedang,
ada pula yang besar. Warna bulu ayam sering beraneka ragam.
Keanekaragaman gen dapat memunculkan varietas. Misalnya ada varietas padi
PB, rojo lele, dan varietas padi tahan wereng. Varietas kelapa juga
bermacam-macam. Demikian juga adanya berbagai varietas mangga, ayam, dan
kambing. Secara sekilas penampakan antarvarietas itu berbeda, karena masih
tergolong jenis yang sama. Akan tetapi, setiap varietas memiliki gen yang
berbeda sehingga memunculkan sifat-sifat khas yang dimiliki oleh masing-masing
varietas itu.
2.5.1.2 Keanekaragaman Fenotipe dan Genotipe
Keanekaragaman genotipe jangan dikacaukan dengan keanekaragaman fenotipe.
Karena lingkungan yang berbeda, sifat yang mucul pada individu dapat berbeda
meskipun genotipenya sama. Perpaduan antara genotipe dengan lingkungan
menghasilkan sifat yang tampak dari luar yang dikenal sebagai fenotipe.
Misalnya, apel batu yang biasa hidup di dataran tinggi, dicangkok
kemudian ditanam di Malang, yaitu kota yang letaknya lebih rendah daripada
Batu. Tanaman cangkok itu secara genotipe sama dengan induknya. Namun karena
lingkungan kota Batu berbeda dengan kota Malang, akan mucnul tanaman apel yang
ukuran buahnya kecil dan rasanya lebih asam. Jadi, terdapat perbedaan fenotipe
antara apel yang ditanam di Batu dan di Malang, meskipun gennya sama. Jadi, gen
yang sama (genotipe sama) dapat menampakkan sifat (fenotipe) yang berbeda
karena lingkungannya berbeda.
Genotipe juga dapat berubah karena perkawinan atau persilangan. Menanam
biji jeruk manis belum tentu menghasilkan jeruk yang manis pula, meskipun
lingkungannya sama. Hal ini terjadi karena perubahan genotipe akibat
persilangan. Tanaman hasil mencangkok, genotipenya pasti sama dan akan
menampakkan fenotipe yang asal lingkungannya sama.
Demikianlah,
terdapat keanekaragaman gen di dalam spesies yang sama hingga memunculkan
variasi tingkat spesies yang dikenal sebagai varietas.
2.5.2 Keanekaragaman Jenis
Di dalam satu jenis dijumpai keseragaman individu, namun antarjenis
dijumpai keanekaragaman individu.
Di lingkungan sekitar kita dapat dijumpai berbagai jenis hewan dan
tumbuhan. Di dalam satu famili rumput (Gramineae) dapat dijumpai rumput grinting, padi, jagung,
rumput gajah. Di dalam golongan burung dapat dijumpai itik, ayam, bebek, angsa,
merpati, dan burung parkit.
Sangat mudah
menentukan keanekaragaman jenis karena dapat kita amati perbedaan sifat dengan
jelas. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 500 juta spesies makhluk hidup.
2.5.3 Keanekaragaman Ekosistem
Antara makhluk hidup yang satu dengan yang lain (baik di dalam jenis
maupun antarjenis) terjadi interaksi. Ini dikenal sebagai interaksi biotik,
yang membentuk suatu komunitas. Antara makhluk hidup dengan lingkungan fisik
yaitu suhu, cahaya, dan lingkungan kimiawi yaitu air, mineral, keasaman, juga terjadi
interksi. Ini terkenalsebagai interaksi biotik-abiotik yang membentuk sistem
lingkungan atau ekosistem.
Kondisi lingkungan beraneka ragam. Ada lingkungan yang banyak air, ada
yang tidak. Ada lingkungan yang banyak emndapatkan cahaya matahari, ada yang
sedikit. Demikian pula halnya dengan suhu, kelembapan, mineral, pH, kadar
garam, ketinggian. Di dalam lingkungan yang berbeda dapat dijumpai
keanekaragaman hayati yang berbeda. Sebagai contoh, di lingkungan pantai dapat
ditemukan pohon kelapadan hutan bakau, sedangkan di lingkungan pegunungan
dijumpai pohon pinus, apel, dan sayuran. Dengan beranekaragamnya kondisi
lingkungan dan keanekaragaman hayati, maka terbentuklah keanekaragaman
ekosistem.
Di Indonesia, mulai dari daerah pantai hingga puncak Jayawijaya yaitu
Puncak Sukarno yang tertutup es di Irian Jaya, diperkirakan terdapat 47 macam
ekosistem. Beberapa ekosistem itu misalnya ekosistem hutan bakau, ekosistem
hutan hujan tropik, ekosistem padang rumput (savana), ekosistem sawah,
ekosistem kota, dll.
2.6 Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati
2.6.1 Aktifitas Manusia Dapat Menurunkan Keanekaragaman Hayati
Aktifitas manusia dapat menurunkan keanekaragaman hayati. Hingga saat
ini, berbagai jenis tumbuhan dan hewan terancam punah dan beberapa di antaranya
telah punah. Sebagai contoh, Australia selama 20 tahun telah kehilangan 41
jenis mamalia, 18 jenis burung, reptilia, ikan, dan katak, 200 jenis
invertebrata, dan 209 jenis tumbuhan.
Sementara itu, Indonesia kehilangan beberapa satwa penting, misalnya
harimau bali. Saat ini hewan tersebut tidak pernah ditemukan lagi
keberadaannya, alias kemungkinan sudah punah. Hewan-hewan seperti badak bercula
satu, jalak bali, dan trenggiling juga terancam punah. Belum lagi beberapa
jenis serangga, hewan melata, ikan, dan hewan air, yang sudah tidak ditemukan
lagi di lingkungan kita.
Kepunahan
keanekaragaman hayati diduga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai
berikut:
2.6.1.1 Perusakan Habitat
Habitat didefinisikan sebagai daerah tempat tinggal organisme. Kekurangan
habitat diyakini manjadi penyebab utama kepunahan organisme. Jika habitat rusak
maka organisme tidak memiliki tempat yang cocok untuk hidupnya. Kerusakan
habitat dapat diakibatkan karena ekosistem diubah fungsinya oleh manusia,
misalnya hutan ditebang dijadikan lahan pertanian, pemukiman dan akhirnya
tumbuh menjadi perkotaan. Kegiatan manusia tersebut mengakibatkan menurunnya
keanekaragaman ekosistem, jenis, dan gen.
Selain akibat aktifitas manusia, kerusakan habitat juga dapat diakibatkan
oleh bencana alam misalnya kebakaran, gunung meletus, dan banjir.
Perusakan
terumbu karang di laut juga dapat menurunkan keanekaragaman ayati laut.
Ikan-ikan serta biota laut yang hidup bersembunyi di dalam terumbu karangtidak
dapat lagi hidup dengan terntram, beberapa di antaranya tidak dapat menetaskan
telurnya karena terumbu karang yang rusak. Menurunnya populasi ikan akan
merugikan nelayan dan mengakibatkan harga ikan meningkat. Kehidupan para
nelayan menjadi terganggu.
2.6.1.2 Penggunaan Pestisida
Yang termasuk pestisida misalnya insektisida, herbisida, dan fungisida.
Pestisida yang sebenarnya hanya untuk membunuh organisme penggangu (hama), pada
kenyataannya menyebar ke lingkungan dan meracuni mikroba, jamur, hewan, dan
tumbuhan lainnya.
2.6.1.3 Pencemaran
Bahan pencemar juga dapat membunuh mikroba, jamur, hewan dan tumbuhan
penting. Bahan pencemar dapat berasal dari limbah pabrik dan limbah rumah
tangga.
2.6.1.4 Perubahan Tipe Tumbuhan
Tumbuhan
merupakan produser di dalam ekosistem. Perubahan tipe tumbuhan misalnya
perubahan dari hutan hujan tropik menjadi hutan produksi dapat mengakibatkan
hilangnya tumbuh-tumbuhan liar penting. Hilangnya jenis-jenis tumbuhan tertentu
dapat menyebabkan hilangnya hewan-hewan yang hidup bergantung pada tumbuhan
tersebut.
2.6.1.5 Masuknya Jenis Tumbuhan dan Hewan Liar
Tumbuhan atau hewan liar yang masuk ke ekosistem dapat berkompetisi
bahkan membunuh tumbuhan dan hewan asli.
2.6.1.6 Penebangan
Penebangan hutan tidak hanya menghilangkan pohon yang sengaja ditebang,
tetapi juga merusak pohon-pohon lain yang ada di sekelilingnya. Kerusakan
berbagai tumbuh-tumbuhan karena penebangan akan mengakibatkan hilangnya hewan.
Jadi, penebangan akan menurunkan plasma nutfah.
2.6.1.7 Seleksi
Secara tidak sengaja perilaku kita mempercepat kepunahan oraganisme.
Sebagai contoh, kita sering hanya menanam tanaman yang kita anggap unggul
misalnya mangga gadung, mangga manalagi, jambu bangkok. Sebaliknya kita
menghilangkan tanaman yang kita anggap kurang unggul, misalnya mangga golek,
nangka celeng.
Menurunnya keanekaragaman hayati menimbulkan masalah lingkungan yang
akhirnya merugikan manusia. Misalnya, penebangan hutan mengakibatkan banjir.
Hewan-hewan yang hidup di dalam hutan misalnya babi hutan, gajah, kera,
menyerang lahan pertanian penduduk karena habitat mereka semakin sempit, dan
makanan mereka semakin berkurang.
Menurunnya
populasi serangga pemangsa (predator) karena disemprot dengan insektisida
mengakibatkan terjadinya ledakan populasi serangga yang dimangsa. Jika serangga
ini memakan tanaman pertanian, maka ledakan serangga tersebut sangat merugikan
petani.
2.6.2 Aktifitas Manusia yang Meningkatkan Keanekaragaman Hayati
Tidak semua aktifitas manusia berakibat menurunkan keanekaragaman hayati.
Ada juga aktivitas yang justru meningkatkan keanekaragaman hayati.
2.6.2.1 Penghijauan
Kegiatan penghijauan meningkatkan keanekaragaman hayati. Kegiatan
penghijauan tidak hanya menanam tetapi yang lebih penting adalah merawat
tanaman setelah ditanam.
2.6.2.2 Pembuatan Taman Kota
Pembuatan taman-taman kota selain meningkatkan kandungan oksigen,
menurunkan suhu lingkungan, mamberi keindahan, juga meningkatkan keanekaragaman
hayati.
2.6.2.3 Pemuliaan
Pemuliaan adalah usaha membuat varietas unggul dengan cara melakukan
perkawinan silang. Usaha pemuliaan akan menghasilkan varian baru. Oleh sebab
itu pemuliaan hewan dan tumbuhan dapat berfungsi meningkatkan keanekaragaman
gen.
2.6.3 Aktifitas Manusia untuk Melestarikan Keanekaragaman Hayati
Hewan atau tumbuhan langka dan rawan punah dapat dilestarikan dengan
pembiakan secara in situ
dan ex situ.
a).
Pembiakan secara in situ adalah
pembiakan di dalam habitat aslinya. Misalnya mendirikan Cagar Alam Ujung Kulon,
Taman Nasional Komodo.
b).
Pembiakan secara ex situ
adalah pembiakan di luar habitat aslinya, namun suasana lingkungan dibuat mirip
dengan aslinya. Misal penangkaran hewan di kebun binatang (harimau, gajah,
burung jalak bali).
BAB III
KESIMPULAN
Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam. Keanekaragaman makhluk hidup
tersebut, disebut dengan sebutan keanekaragaman hayati atau biodiversitas.
Setiap sistem lingkungan memiliki keanekaragaman hayati yang berbeda.
Keanekaragaman hayati ditunjukkan oleh adanya berbagai variasi bentuk, ukuran,
warna, dan sifat-sifat dari makhluk hidup lainnya.
Indonesia
terletak di daerah tropik yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi
dibandingkan dengan daerah subtropik dan kutub.
Keanekaragaman hayati disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Terdapat interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan dalam mempengaruhi sifat makhluk hidup.
Kegiatan manusia dapat menurunkan keanekaragaman hayati, baik
keanekaragaman gen, jenis maupun keanekaragaman lingkungan. Namun di samping
itu, kegiatan manusia juga dapat meningkatkan keanekaragaman hayati misalnya
penghijauan, pembuatan taman kota, dan pemuliaan.
Pelestarian
keanekaragaman hayati dapat dilakukan secara in situ dan ex
situ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar