yopie saiba
HUTAN HUJAN TROPIS
Batasan dan Pengertian Hutan
Hutan adalah suatu kelompok pohon-pohonan yang cukup luas dan cukup
rapat, sehingga dapat menciptakan iklim mikro (micro-climate) sendiri. Sedangkan menurut Soerianegara dan
Indrawan (2005) hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai
pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di
luar hutan.
Hutan hujan tropika merupakan jenis wilayah yang paling subur. Hutan
jenis ini terdapat di sekitar wilayah tropika atau dekat wilayah tropika di
bumi ini yang menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000-4000 mm setahunnya. Suhunya tinggi (rata-rata sekitar
25-26oC) dan dengan
kelembaban rata-rata sekitar 80%. Komponen dasar hutan tersebut adalah pohon
tinggi dengan tinggi maksimum rata-rata 30 meter (Ewusie, 1980).
Hutan
hujan merupakan suatu komunitas yang sangat kompleks dengan ciri yang utama
adalah pepohonan dengan berbagai ukuran. Kanopi hutan menyebabkan iklim mikro
yang berbeda dengan keadaan di luarnya; cahaya kurang dan kelembaban yang lebih
tinggi dengan suhu yang rendah (Whitmore, 1998). Selanjutnya menurut Richard
(1966) dinyatakan bahwa ciri hutan hujan tropika yang mencolok yaitu penutupnya
mayoritas terdiri dari tanaman berkayu berbentuk pohon. Sebagian besar
tanaman pemanjat dan beberapa jenis epifit yang berkayu (woody). Tumbuhan bawah terdiri
dari tumbuhan berkayu, semai (seedling)
dan pancang (sapling),
belukar (shurb) dan
pemanjat-pemanjat muda. Tumbuhan herba yang terdapat ialah beberapa epifit
sebagai bagian dari tumbuhan bawah dalam proporsi yang relatif kecil.
Penyebaran Hutan Hujan Tropika di Indonesia
Soerianegara dan Indrawan (2005)
membagi formasi hutan Indonesia ke dalam tiga zone vegetasi, yaitu
1. Zone barat, yang berada dibawah
pengaruh vegetasi Asia, meliputi pulau Sumatera dan Kalimantan dengan
jenis-jenis kayu yang dominan dari famili Dipterocarpaceae.
2.
Zone
timur, berada dibawah pengaruh Australia meliputi vegetasi pulau Maluku, Nusa
Tenggara dan Irian. Jenis dominan adalah dari famili Araucariaceae dan
Myrtaceae.
3.
Zone peralihan, dimana pengaruh dari kedua benua
tersebut bertemu yaitu pulau Jawa dan Sulawesi, terdapat jenis dari famili
Araucariaceae, Myrtaceae dan Verbenaceae. Sekalipun dapat dikatakan pemisahan
demikian tidaklah berarti bahwa batas tersebut merupakan garis tegas dari
penyebaran vegetasi. Selanjutnya dikemukakan bahwa penyebaran hutan hujan
tropis di Indonesia terdapat terutama di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa,
Sulawesi dan Irian.
Dinamika Masyarakat Tumbuhan
Ewusie (1980) menyatakan bahwa suksesi merupakan hasil dari tumbuhan itu
sendiri, dalam arti bahwa tumbuhan yang berada dalam daerah tersebut pada suatu
waktu tertentu mengubah lingkungannya yang terdiri dari tanah, tumbuhan dan
iklim mikro yang berada di atasnya sedemikian rupa sehingga membuatnya lebih
cocok untuk spesies yang lain daripada bagi tumbuhan itu sendiri.
Soerianegara dan Indrawan (2005) menyatakan bahwa masyarakat hutan adalah
suatu sistem yang hidup dan tumbuh menjadi suatu masyarakat yang dinamis.
Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap
invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan,
reaksi teradap tempat tumbuh dan stabilisasi. Proses ini disebut suksesi atau sere. Selama suksesi
berlangsung hingga tercapai stabilisasi atau keseimbangan dinamis dengan
lingkungan terjadi pergantian-pergantian masyarakat tumbuh-tumbuhan hingga
terbentuk masyarakat yang disebut vegetasi klimaks. Pada masyarakat yang telah
stabil pun selalu terjadi perubahanperubahan, misalnya karena pohon-pohon yang
tua tumbang dan mati, timbullah anakan-anakan pohon atau pohon-pohon yang
selama ini hidup tertekan, setiap ada perubahan akan ada mekanisme atau proses
yang mengembalikan pada keadaan kesetimbangan.
Komposisi dan Struktur Hutan
Richard (1966) dan Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) menggunakan
istilah komposisi untuk menyatakan kekayaan floristik hutan. Kekayaan floristik
hutan tropika sangat erat hubungannya kondisi lingkungan seperti iklim, tanah
dan cahaya. Soerianegara dan
Indrawan (2005) menambah bahwa komposisi jenis dibedakan antara populasi (satu
jenis) dan komunitas (beberapa jenis).
Interaksi dalam suatu
komunitas tercermin dari struktur dan komposisi vegetasi. Stratifikasi yang
terjadi dalam suatu tumbuh-tumbuhan di hutan terjadi karena adanya persaingan
dimana jenis-jenis tertentu berkuasa (dominan) dari jenis lain, pohon-pohon
tinggi dalam lapisan paling atas menguasai pohon-pohon yang dibawahnya
(Soerianegara dan Indrawan, 2005).
Komposisi masyarakat
tumbuhan dapat diartikan variasi jenis flora yang menyusun suatu komunitas.
Komposisi jenis tumbuhan merupakan daftar floristik dari jenis tumbuhan yang
ada dalam suatu komunitas (Misra, 1973). Selanjutnya Richard (1966),
menggunakan istilah komposisi untuk menyatakan keberadaan jenis-jenis pohon
dalam hutan.
Struktur hutan adalah menyangkut
susunan bentuk (life form)
dari suatu vegetasi yang merupakan karakteristik vegetasi yang kompleks, dapat
digunakan dalam penentuan stratifikasi (vertikal dan horizontal) dan menjadi
dasar dalam melihat jenis-jenis dominan, kodominan dan tertekan (Richard, 1966)
Struktur vertikal sangat
berguna berkaitan dengan kebutuhan cahaya yaitu toleransi suatu jenis terhadap
cahaya matahari (Smith, 1977)
Struktur hutan merupakan
hasil penataan ruang oleh komponen penyusun tegakan dan bentuk hidup,
stratifikasi dan penutupan vegetasi yang digambarkan melalui kelas diameter,
tinggi, penyebaran dalam ruang, keanekaragaman, tajuk serta kesinambungan
jenis. Dansereau (1957) dalam Mueller-Dombois
dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa struktur vegetasi adalah pengorganisasian
dalam ruang oleh individu-individu pada suatu tegakan dan elemen dasar suatu
struktur adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.
Dalam studi ekologi
hutan, struktur hutan mempunyai 5 tingkatan, yaitu (Mueller-Dombois dan
Ellenberg (1974)); fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk
hidup (life form), struktur floristik dan struktur tegakan.
Selanjutnya menurut
Kershaw (1964) dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974), struktur vegetasi
dibatasi oleh tiga komponen, yaitu :
1.
Struktur vertikal yaitu stratifikasi vegetasi
2.
Struktur horizontal yaitu sebaran spasial jenis
dan individu
3.
Struktur kuantitatif yaitu kelimpahan tiap jenis
dalam suatu komunitas.
Struktur
tegakan digambarkan dengan dalam jumlah individu jenis-jenis tertentu pada
ukuran kelas-kelas yang berbeda dalam suatu tegakan hutan.
Stratifikasi Tajuk
Di dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan seperti hutan, terjadi persaingan
antara individu-individu dari suatu jenis atau berbagai jenis, jika mereka
mempunyai kebutuhan yang sama, misalnya dalam hal hara mineral tanah, air,
cahaya dan ruang.
Hutan hujan tropis terkenal karena adanya pelapisan atau stratifikasi.
Ini berarti bahwa populasi campuran didalamnya disusun pada arah vertikal
dengan jarak teratur secara tidak berkesinambungan.
Meskipun ada beberapa keragaman yang perlu diperhatikan kemudian, hutan
menampilkan tiga lapisan pohon yaitu lapisan atas (tingkat A) terdiri dari
pepohonan setinggi 30-45 m dengan tajuk yang diskontinu, lapisan pepohonan
kedua (tingkat B) terdiri dari pohon dengan tinggi sekitar 18-27 m dengan tajuk
yang kontinu sehingga membentuk kanopi, lapisan pepohonan ketiga (tingkat C)
terdiri dari pepohonan dengan tinggi sekitar 8-14 m cenderung membentuk lapisan
yang rapat. Selain laisan pepohonan juga terdapat semak belukar yang tingginya
kurang dari 10 m dan yang terakhir adalah lapisan terna yang terdiri dari
tetumbuhan yang lebih kecil yang merupakan kecambah dari pepohonan yang lebih
besar dari bagia atas atau spesies terna (Ewusie, 1980).
Soerianegara dan Indrawan (2005) menyatakan bahwa di dalam masyarakat
hutan, sebagai akibat persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa (dominan)
dari jenis yang lain. Pohon-pohon tinggi dari stratum (lapisan) teratas
mengalahkan pohon-pohon yang lebih rendah, merupakan pohon yang mencirikan
masyarakat hutan yang bersangkutan. Hutan hujan tropika terkenal dengan
stratifikasinya. Ini berarti bahwa populasi campuran di dalamnya tersusun secara
vertikal dengan jarak teratur secara tidak berkesinambungan (Ewusie,1980).
Stratifikasi
tajuk dalam hutan hujan misalnya sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan,
2005) :
1.
Stratum A : Lapisan teratas, terdiri dari
pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m keatas. Biasanya mempunyai tajuk
diskontinu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang (clear bole)
tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai
hingga sapihan (seedling sampai sapling), perlu naungan sekedarnya, tetapi
cukup untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.
2.
Stratum B : Terdiri dari pohon-pohon yang
tingginya 20-30 m, tajuknya kontinu, batang pohon bisanya banyak bercabang,
batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis ppohon dari stratum ini
kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran).
3.
Stratum C : Terdiri dari pohon-pohon yang
tingginya 4-20 m, tajuknya kontinu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah,
kecil, banyak bercabang.
Di samping
ketiga strata pohon tersebut terdapat pula strata perdu-semak dan
tumbuh-tumbuhan penutup tanah, yaitu :
4.
Stratum D : Lapisan perdu dan semak. Tingginya 1-4 m.
5.
Stratum E : Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover), tingginya 0-1 m.
Pustaka
Soerianegara I
dan A. Indrawan. 2005. Ekosistem
Hutan Indonesia. Bogor : Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB.
Ewusie JY.
1980. Pengantar Ekologi Tropika.
Tanuwidjaya Usman, penerjemah. Bandung : ITB Press. Terjemahan dari : Elements of Tropical Ecology.
Whitmore TC.
1998. An Introduction to Tropical
Rain Forests. Oxford Universty Press. New York.
Richard PW.
1966. The Tropical Rain Forest an
Ecological Study. Cambridge an The University Press. London.
Mueller-Dombois
and Ellenberg H. 1974. Aims and
Methods of Vegetation Ecology. New York; John Wiley & Sons.
Misra R. 1973.
Ecology Work Book.
New Delhi : Oxford & IBH Publishing Co.
Smith RL.
1977. Element of Ecology.
Second Edition. Harper and Row Publishers. New York
Tidak ada komentar:
Posting Komentar